BERANDA · MENU · ARTIKEL · KAJIAN IPTEK

IPM dan Tugas Perlindungan AnakIKATAN PELAJAR MUHAMMADIYAH

Regenerasi menjadi sebuah keniscayaan. Sebuah organisasi akan sehat saat proses itu berjalan dengan baik. Usaha mempertahankan bangunan organisasi itu kini sedang dilakukan oleh Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). IPM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah menggelar Muktamar ke-20 di Samarinda, Kalimantan Timur, Senin-Rabu, 14-16 November 2016. Muktamar bertajuk "Menggerakkan Daya Kreatif, Mendorong Generasi Berkemajuan" itu seakan ingin meneguhkan jati diri IPM sebagai organisasi muda yang dinamis.

Dinamisasi IPM itu tecermin dari semakin banyaknya anak usia sekolah, yang berlatih dan mengembangkan diri melalui organisasi ini. IPM menjadi rumah belajar bersama bagi pelajar Muhammadiyah. Mereka mengorganisasi diri sebagai kader yang siap menyokong dan menyongsong kemajuan persyarikatan khususnya, sekaligus masa depan bangsa.

Dalam konteks itu, IPM mempunyai peran penting dalam tugas perlindungan anak. Artinya, sebagai organisasi yang dikelola oleh dan untuk anak usia sekolah (baik di SMP/MTs maupun SMA/MA/SMK), selayaknya ia turut serta dalam mengurai masalah kekinian. Sekadar menyebut contoh, salah satu isu besar terkait anak saat ini adalah bullying atau perisakan. Perisakan tidak hanya terjadi di sekolah, tetapi juga di lingkungan masyarakat. Kasus lain yang banyak melibatkan anak usia sekolah adalah narkoba, seks bebas, dan pornografi. Kasus pornografi terus merangkak naik menggantikan kasus pendidikan, setelah kasus anak berhadapan dengan hukum dan pengasuhan.

Dalam proses membangun kebangsaan inilah, IPM punya andil untuk turut serta. IPM sangat strategis untuk menyebarkan spirit perlindungan anak di era digital. Dengan tantangan zaman yang berubah, anak perlu mendapat pendidikan yang memadai. Pendidikan itu tidak hanya didapatkan dari orang tua, guru, tetapi juga dari organisasi di sekolah.

IPM dapat berperan dalam peer group counseling. IPM sebagai organisasi mempunyai jejaring dan orang-orang yang siap hidup berdampingan (living together). Saat komponen siswa menganggap IPM sebagai rumah berteman, maka ia akan ringan dalam membantu sesama. Bagi remaja, teman adalah sumber informasi dan tempat mencari pertolongan.

Siswa sekolah sering kali mengalami masalah saat ia merasa sendiri. Di sinilah peran IPM sebagai sebuah organisasi hadir sebagai teman saat seorang merasa sedih, menjadi sahabat saat siswa sedang tidak bersemangat, dan menjadi kawan saat seorang siswa sedang gembira. Saling membantu sesama teman akan menguatkan hati, pikiran, dan tindakan seseorang. Seorang siswa akan mudah mengurai masalah yang ia berada dalam lingkungan (habitus) yang saling mendukung. Habitus inilah yang sudah lama disemai oleh IPM dalam proses perkaderan. Dan bukan sebaliknya, teman yang menjerumuskan ke arah yang tidak baik.


Literasi
Perkaderan IPM pun selayaknya sampai pada taraf melek literasi. Literasi di sini bukan sekadar mengajarkan, mendorong, dan membudaya membaca dan menulis. Namun, menjadi pemantik tradisi baru mengurai masalah remaja. Gerakan literasi inilah sebagai tools (alat) meredam semakin tingginya angka pornografi. KPAI mencatat, dalam kurun waktu tahun 2011-2016, ada 1809 kasus pornografi. Dengan perincian anak korban pornografi dan media sosial sejumlah 869 kasus.


Menilik data tersebut, IPM dapat berperan serta dalam mengajarkan penggunaan internet sehat dan literasi kesehatan reproduksi. Jejaring IPM perlu masuk dalam ruang privat ini dengan cara yang bijak. Yaitu, dengan mengajak siswa dan anak muda memahami realitas diri dan lingkungannya. Melalui berorganisasi, mereka akan memperoleh ruang dialog dan belajar. Sehingga dapat mencegah diri dari perbuatan yang jauh dari keadaban.
Literasi aktivitas positif itu juga dapat berupa rumah baca komunitas dan wirausaha muda. Aktivitas yang telah di garap IPM. Rumah baca komunitas merupakan sarana berbagi buku dan bacaan. Setiap anggota wajib membaca dan membagi hasil bacaannya sehingga memantik tradisi diskusi yang sehat. Melalui itu, nalar siswa dapat terbangun dan menjadi insan pembelajar.

Lebih lanjut, wirausaha muda pun dapat mengurangi ruang atau gerak anak untuk melakukan hal-hal kurang berguna. Mereka dapat mengidentifikasi diri, memantik potensi, dan menggerakkan orang lain menjadi wirausahawan muda. Pengembangun potensi diri inilah yang akan semakin menguatkan basis ekonomi Negara. Di mana saat ini bangsa Indonesia belum mempunyai banyak pengusaha.

Beberapa usaha tersebut dapat dilakukan IPM sebagai organisasi pemuda, yang sering kali mendapatkan penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri. IPM perlu menjadi pemantik dan penyala semangat anak agar mereka tidak terjebak dalam kubangan kenistaan.

Pada akhirnya, tugas perlindungan anak tidak hanya menjadi fokus kerja KPAI, organisasi muda, seperti IPM dapat mengambil peran aktif dalam menyelamatkan generasi masa depan. Selamat Muktamar IPM.

*) Penulis adalah Rita Pranawati, Sekretaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dosen FISIP UHAMKA



from Ikatan Pelajar Muhammadiyah http://ift.tt/2gDx8Kg
IPM dan Tugas Perlindungan AnakIKATAN PELAJAR MUHAMMADIYAH

Artikel keren lainnya:

Moratorium UN dan Revolusi MentalIKATAN PELAJAR MUHAMMADIYAH


Moratorium Ujian Nasional (UN) masih menjadi polemik.  Hal ini dikarenakan usulan moratorium UN Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy diminta untuk mengkaji ulang oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (7/12/2016). Jusuf Kalla menilai ada pemikiran terbalik terhadap moratorium UN pada 2017.

Menurut Muhadjir pilihan ganda hanya mendeteksi tiga tingkat kemampuan siswa, yaitu mengenal, menghafal, dan mengaplikasikan yang dikenal dan dihafal. Namun, belum sampai pada kemampuan berpikir kritis, inovatif, mencipta dengan daya kreatif. Bagi Muhadjir pilihan ganda tidak tepat dijadikan metode evaluasi UN (6/12/2016).

Gagasan Mendikbud perlu diapresiasi dan didukung oleh para ahli pendidikan dan praktisi pendidikan. Menteri Muhadjir telah melakukan tobosan kebijakan revolusi mental dengan mengahiri “pendidikan gaya bank” yang selama ini diterapkan di Indonesia. Siswa hanya menghafal materi pelajaran bahkan jawaban. Seakan-akan siswa dipandang sebagai safe deposit box, di mana pengetahuan dari ditransfer ke dalam otak siswa. Apabila sewaktu-waktu diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal dikeluarkan pada saat ujian. 

Selama ini, siswa diposisikan sebagai objek. Hal ini merupakan praktek atau wujud dari dehumanisasi yang bertentangan dengan hakikat pendidikan. Ujian Nasional merupakan kebijakan yang justru bertolak belakang dengan visi humanisasi. Dehumanisasi menyebabkan siswa tercerabut dari akar-akar budaya bangsa Indonesia. Akibatnya, siswa tidak mengenal jati diri bangsa dan karakter yang lahir dari nilai luhur Pancasila. 

Menurut Paulo Freire pendidikan adalah ‘proses memanusiakan manusia kembali manusia. Freire menjelaskan proses dehumanisasi tersebut dengan menganalisis entang kesadaran atau pandangan hidup masyarakat terhadap diri mereka sendiri. Freire menggolongan kesadaran manusia menjadi: kesadaran magis (magical consciousness), kesadaran naif (naival consciousness) dan kesadaran kritis (critical consciousness).

Dalam kesadaran magis, yakni suatu kesadaran siswa yang tidak mampu mengetahui kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Misalnya tidak bisa melihat kaitan kebodohan dengan sistem kebudayaan. Sehingga pendidik dan siswa menyikapi UN dengan do’a-doa atau ritual khusus untuk menghadapi UN, karena khawatir tidak lulus. Namun, hal ini sudah direspons oleh Mendikbud Anies Baswedan dengan menjadikan UN hanya sebagai pemetaan, bukan penentu kelulusan.

Berbeda dengan kesadaran naif melihat siswa menjadi akar penyebab masalah pendidikan. Dalam kesadaran ini ‘masalah etika, kreativitas, ‘need for achievement’ dianggap sebagai penentu perubahan sosial. Jadi dalam menganalisis Moratorium Ujian Nasional, bagi Wakil Presiden disebabkan karena siswa. Sehingga muncul anggapan UN harus dipertahankan, karena jika tidak ada UN ditakukatkan “tidak ada motivasi belajar”. Dalam konteks ini Wakil Presiden adalah naif. Karena melihat siswa sebagai masalah yang harus disiplinkan. 

Terahir, dalam perspektif kritis lebih melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber masalah. Artinya yang harus ditinjau adalah sistem UN masih relevan atau tidak terhadap problem dan visi pendidikan nasional. Sebenarnya langkah Kemendikbud sudah tepat dengan menghapus UN yang tidak berpihak kepada kepantingan pelajar. Justru Mendikbud sepertinya memahami betul visi Presiden Jokowi dengan gagasan revolusi mentalnya.

Gagasan revolusi mental, tak akan tercapai tanpa revolusi paradigma pendidikan. Karena itu pendidikan gaya bank, harus segera diakhiri. Di globalisasi dan revolusi ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi ini, siswa harus dibekali pola pikir kritis. Sehingga siswa mampu mengaitkan antara ilmu pengetahuan dengan struktur serta sistim sosial, politik, ekonomi dan budaya dan akibatnya pada keadaaan masyarakat. Maka pendidikan yang mangajarkan siswa berpikir hitam-putih, benar-salah, melalui pilihan ganda harus segera dihapuskan dari sistem pendidikan nasional. 

Dalam perspektif pendidikan kritis Paulo Freire, tugas utama pendidikan adalah menciptakan ruang agar sikap kritis terhadap sistim dan sruktur ketidakadilan. Siswa harus diajarkan berpikir kreatif, kritis dan bebas, sehingga manjadi pencipta (creator) kreatif. Bukan penghafal pengetahuan, tetapi pencipta dan pengembang ilmu pengetahuan. Pendidikan harus mampu menciptakan ruang pelajar untuk mengidentifikasi dan menganalisis secara bebas dan kritis apa penyebab dari masalah yang ada di lingkungan. Semoga dengan adanya moratorium UN ini menjadikan gagasan revolusi mental semakin membumi di bumi pertiwi.

*) Penulis adalah Azaki Khoirudin, Sekretaris Jenderal PP IPM 2014-2016


from Ikatan Pelajar Muhammadiyah http://ift.tt/2hbnQJp
Moratorium UN dan Revolusi MentalIKATAN PELAJAR MUHAMMADIYAH

Artikel keren lainnya:

4 Jihad, 5 Sempurna



Jihad memang selalu saja dikait-kaitkan dengan aktivitas fisik yang identik dengan pertumpahan darah. Semakin kesini, kata jihad malah menjadi stigma yang sudah bercokol di sebagian besar kepala masyarakat hari ini. Dulu, jihad adalah sebuah hal yang dinanti nanti, dielu-elu.

Saya jadi teringat tentang kisah Nusaibah Binti Ka’ab Radhiyallahu Anha yang menggetarkan hati setiap muslim yang mendengarkan kisahnya. Yang akan menjadikan sebuah refleksi bagi kita yang berprinsip Isy Kariman au Mut Syahidan.

Tulisan ini khususon untuk saya, kaum remaja dari borjuis sampai proletar, dari kanan sampai kiri, dari brahmana sampai sudra, dari yang femes sampai yang dibully, dari yang bisanya cuma ngerengek minta iPhone 7 sampai yang sudah bisa berangkatin haji orang tua, dan seterusnya.

Baik, para jamaah pelajar rahimakumullah..

Langsung saja. Jujur saya sangat geli(sah) ketika ada beberapa remaja yang menarik pita suaranya untuk menyeru kepada yang ma’ruf dengan lantang seperti “panggilan jihad sudah terdengar untuk kita yaa mujahidin! Takbir!” tapi dalam praktik kehidupan sehari-hari masih banyak dan masih jauh dari apa yang diserukan (termasuk saya).

Maksud saya, mbok yo jangan jauh-jauh dulu rek.. jangan terlalu gegabah untuk menghabiskan energi,  apalagi merelakan nyawamu untuk sesuatu yang belum tentu itu untuk berjuang di jalan Tuhan. Saya juga tidak sedang menghakimi. Saya hanya ingin meluapkan apa yang ada di dalam benak fikiran saya. Saya khawatir itu malah untuk sesuatu yang diTuhankan. Ada banyak peluang untuk kita berjihad di jalan Allah di sekitar kita. Dari konsep jihad yang paling rendah sampai yang tinggi. Ngebully temen kita yang lagi pacaran biar putus itu juga bentuk jihad yang kongkrit gengs. Apalagi mereka langsung lamaran trus nikah. Haha

Banyak jalan untuk berjihad, kawanku.. (*ini pake nadanya Ust. Khalid Basalamah)

Dibawah ini saya coba berikan resep 4 Jihad 5 Sempurna. Silahkan nanti mau dikonsumsi atau tidak, saya hanya menuangkan resepnya, tentang di masak atau tidak pilihannya ada di kita.


Satu, Jihad Bil Walidayn
Dalam hal ini, ada celah besar untuk kita berjihad. Lalu di titik koordinat manakah?
Jadi begini, ketika dinasehati orang tua jihad yang dilakukan adalah dengan cara diam. Jadi, jihad itu tidak harus “bergerak”. Diam juga bagian dari praktek jihad. Asalkan sesuai dengan konteksnya. Dalam potongan arti harafiah Surat Al-Isra’ ayat 23-24, kita dilarang untuk berkata “ah” kepada orang tua. Bukan berarti jika berkata “ah” dilarang maka boleh berkata “ih, uh, oh” boleh. Dan sebagainya.

Disini adalah larangan untuk menyakiti hati kedua orang tua kita, terlebih untuk seorang Ibu. Yang hatinya seluas samudra, tutur katanya mengandung nasihat. Apapun itu kata dan kalimatnya jika menyakiti hati beliau, maka itu dilarang. Maka pilihannya adalah diam, dengarkan, dan pahami. Jadi kurang lebih itu peluang jihad kita untuk diri sendiri dan kepada orang tua.

Dua, Jihad bil Medsos
Yang pertama, untuk bermedia sosial pada dasarnya kita memang perlu mempunyai keshalehan sosial. Kemudian barulah kita bisa shaleh pula di ketika berada di dalam alam media hari ini. Sulit sekali mencari berita mana yang benar-benar berita. Mana yang benar-benar fakta, mana yang benar-benar tidak memihak, dan seterusnya. Adanya media hari ini benar-benar menuntut semua kalangan penggunanya agar lebih pintar lagi untuk menggoyangkan jempolnya di atas gadget. Jika tidak, maka itu akan membahayakan diri sendiri, lebih parahnya keutuhan bangsa.

Google dan search enginelain diminati dengan tujuan pertama pengguna internet untuk “nyantri”. Setelah itu, mendadak mereka langsung berubah menjadi orang yang paling bijak se-dinding facebook atau timeline twitter. Tidak sedikit pula yang tiba-tiba bisa jadi Ustad. Ustad lulusan pondok pesantren google maksudnya.

Oke, kali ini saya juga ingin menjelaskan bahwa terkadang diam dalam bermedsos itu juga bentuk dari jihad. Kenapa? Hmm, menjadi reader, viewer atau apalah istilahnya justru menurut saya itu membantu untuk menjaga keutuhan umat beragama dan bernegara. Kegaduhan media sosial yang akhir-akhir ini terjadi juga ada indikasi “tidak bisa diamnya” para pengguna media sosial. Mereka seringkali terpancing berkomentar cas cis cus, padahal dibaliknya memang ada yang sengaja “memantiknya”. Ibarat sumbu-sumbu pendek berjejer dan siap di estafetkan oleh percikan api kecil.

Tapi, jika ada yang mengatakan bahwa saya adalah orang yang memilih diam untuk tertindas daripada bergerak melawan, Begini jamaah remaja rahimakumullah.. Saya rasa salah satu strategi untuk melawan arus yang seperti itu adalah dengan tidak melawannya. Dengan cara diam, itu perlawanan yang cukup keras menurut saya.

Penafsiran diam disini mohon jangan di sempitkan. Maksud saya, diamkan saja arus kegaduhan itu. Jika kita ikut gaduh, ya tidak akan bisa merubah status-quo. Meskipun niatnya sudah tertata rapi untuk menjadi penetralisir sekalipun. Saya lebih memilih untuk diam untuk tidak konfrontatif. Menurut saya itu lebih efektif untuk menetralisir ketimbang ikut gaduh.

KH Ahmad Dahlan pun sudah mencontohkan dulu, pada masa itu konteksnya adalah tentang Islam dan non-Islam. Begitu elegannya beliau untuk melawan penguasa non-Islam dan dzalim itu dengan cara tidak melawannya. Pendek kata, tidak konfrontatif. Ketika penguasa dan para pendakwah non-Islam saling berjibaku untuk “mensyahadatkan” masyarakat animis ke dalam agamanya, dan lebih parahnya lagi memurtadkan warga muslim. Kyai Dahlan lebih memilih untuk tidak menggalakkan massa atau apapun itu yang konfrontatif terhadap rival dakwahnya. Beliau lebih memilih menitikberatkan kepada pendidikan, kesehatan, dan bidang sosial lain dengan mendirikan sekolah dan rumah sakit PKU misalnya. Yang mana, secara tidak langsung itu adalah perlawanan yang cukup merepotkan bagi rival dakwahnya. Bagaimana tidak, bisa dibayangkan ketika tidak ada sekolah-sekolah dan rumah sakit Islam pada masa itu. Tentu masyarakat akan lebih mudah untuk disyahadatkan atau dimurtadkan melalui bangku pendidikan dan rumah sakit ketika pembacaan do’a. Kyai Dahlan justru mendiamkan rivalnya dan lebih menitikberatkan kepada hal-hal yang lebih memberikan kebermanfaatan untuk masyarakat sekitar.

Tiga, Jihad bil ‘Ilmi
Perihal menuntut ilmu, memang sudah seharusnya kita memulainya “dari ayunan sampai dengan liang lahat”. Begitu kata peribahasa. Jika ditarik ke belakang, maka bisa dipastikan bahwa penyebab kehancuran di dunia ini adalah semakin meluasnya manusia yang kurang berilmu di masyarakat (mungkin termasuk saya).

Dalam menuntut ilmu, setidaknya kita bisa menempatkan diri kita sebagai orang yang bodoh. Dengan begitu, kita akan terus merasa “kehausan” akan ilmu. Kita tidak akan bisa bertahan lama untuk menahan dahaga keilmuan.

Berikutnya, mari kita menoleh ke sejarah. Dulu, penjajahan dilakukan melulu dengan aktifitas fisik yang membabi buta. Hampir tidak pernah untuk tidak melibatkan senjata. Pada hari ini, kita sudah tidak lagi dihadapkan dengan penjajahan yang seperti itu. Sadar atau tidak, dulu sampai sekarang masih saja dijajah. Tetapi dengan cara yang berbeda. Bedanya, di zaman ini yang menjadi target jajahan adalah pemikiran kita. Konstruksi berfikir kita di hajar habis-habisan di dekade ini. Tidak sedikit gerakan-gerakan yang cukup membosankan menurut saya. Kalau tidak rekonstruktif ya dekonstruktif. Begitu seterusnya. Jarang sekali yang sifatnya memasifkan, menguatkan, memberdayakan, dan sebagainya. Seolah-olah revolusi adalah harga mati. Revolusi adalah solusi. Saya kok makin getol dengan yang seperti itu. Seperti Freire yang igit-igiten dengan Marx. Ah sudahlah..

Jamaah rahimakumullah, Inti dari jihad bil ‘ilmi adalah dengan bagaimana kita mencari dan mendalami suatu disiplin ilmu dan pastikan kita sedang belajar pada guru yang benar. Jangan sampai tidak berguru. Jika tidak maka gurunya adalah setan. Sebagaimana sejak pertama kali Adam as. diciptakan dan ditinggikan derajatnya disebabkan dia lebih “berilmu” disbanding makhluk lainnya. Di masa-masa kita (pelajar/remaja) ini yang sedang subur-suburnya untuk menanam benih-benih keilmuan. Sedang kuat-kuatnya untuk mendirikan bangunan ideologi yang kokoh di kepala kita. Maka, mari kita berjihad bersama dalam hal menuntut ilmu. Sekedar mengingatkan untuk saya dan semua, bahwa ilmu itu untuk memintarkan orang yang belum pintar. Tidak untuk membodohkan yang belum pintar.

Empat, Jihad bil Pergaulan
Judulnya agak absurd ya. Tapi tidak masalah, saya lebih suka yang ini (modus, padahal ga nemu apa yang pas). Oke, Akhirnya ke pembahasan yang saya suka. Dalam bergaul, sering memang kita di hadapkan dengan banyak dinamika kebaperan antar lawan jenis (bagi yang normal). Agak sulit ternyata kalau kita menerapkan gaya pergaulan yang sangat Islami. Karena seislami-islaminya pergaulan remaja hari ini masih lebih islami mbak kuntilanak. Haha

Menjaga jarak, pandangan, tutur kata yang tidak menyakiti, perbuatan yang tidak merugikan, itu juga merupakan amalan jihad kita dalam bergaul dengan sesama teman. Tidak bisa di hindari memang, dengan adanya gadget yang cukup mendukung untuk berkomunikasi dalam bentuk tulisan, gambar, suara, maupun video membuat pola bergaul remaja saat ini lebih berbeda.

Kongkretnya untuk berjihad di dalam pergaulan lawan jenis utamanya, menjaga hati agar tidak terjadi sesuatu yang akan mengharapkan lebih. Yang mana pengharapan itu hanya pantas diperuntukkan kepada yang Maha pengabul segala harapan.

Lima Sempurna, Ikhlas
Ini yang paling penting para jamaah. Jika tidak, maka hanguslah semua amalan jihad kita. Jangan sampai kita berjihad hanya untuk ingin mendapatkan simpati dari sekitar. Rasa ikhlas inilah yang akan menjadi pelengkap dari 4 resep diatas. Ikhlas karena hanya mengharap keridhoan Allah. Ingat para jamaah, jihad adalah pilihan. tentang masuk surga atau tidaknya itu urusan Allah.

Andai saja jika para sufi hidup di zaman ini, maka bunyinya begini “Sesungguhnya aku rela jika aku kehilangan semua followersku apabila itu atas keridhoan Allah SWT. Daripada followersku terus bertambah tapi Allah murka terhadapku”. Afalaa yatadzakkaruun.

Nuun Walqolami Wamaa Yasthuruun


*) Penulis adalah Iman Permadi. Ketua Perkaderan PD IPM Surabaya, saat ini sedang menempuh pendidikan S1 Studi Agama-agama Universitas Muhammadiyah Surabaya.

Artikel keren lainnya:

Kader IPM Bawa Limbah Kulit Durian Sabet Juara Nasional


IPM.OR.ID, Denpasar - Kulit durian (Durio zibethinus), umumnya hanya dimanfaatkan sebagai media cuci tangan setelah mengkonsumsi durian, selebihnya menjadi limbah. Namun di tangan 2 pelajar asal SMA Muhammadiyah 1 Denpasar, Fitriana Salehah dan Novi Tri Utami, kulit durian disulap menjadi repellent (obat anti nyamuk) dan lotion penghalus kulit. Bahkan, karya tersebut menjadi Juara 1 dalam Kompetisi Nasional Lomba Kreatifitas Daur Ulang Fakultas MIPA Universitas Brawijaya, Ahad lalu (20/11).

"Ini sebenarnya pengalaman pribadi sembari meneliti, ketika itu banyak sampah dari kulit durian yg dibuang, terus ketika diamati lebih jauh, kok bisa kulit durian tidak dihinggapi nyamuk, dan mulai dari pengalaman iseng itulah saya mencoba untuk meneliti lagi. Kemudian penelitian dijadikan sebuah karya untuk dilombakan" ungkap Ficang, panggilan akrab Fitriana Salehah. 

Novi yang juga aktif sebagai Bendahara Umum PW IPM Bali menambahkan bahwa ia membantu rekannya untuk memastikan bahwa produk yg mereka buat itu teruji hipotesanya. Ketika sudah dipastikan ada kandungan minyak atsiri, Pak Hamid, M.Si selaku pembimbing memberikan ide pembuatan kulit durian menjadi lotion serta obat anti nyamuk. 

Ficang dan Novi seraya berharap hasil karya mereka dapat diterima masyarakat luas. Mereka ingin maraknya gigitan nyamuk yg menyebabkan penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) bisa berkurang serta limbah kulit durian tidak dibuang secara percuma sebagai sampah yang tidak berguna. (nab)

Artikel keren lainnya:

Inilah Hasil Sidang Komisi Muktamar XX - Samarinda


Muktamar sebagai forum untuk merencanakan masa depan IPM salah satunya berisi agenda Sidang Komisi. Sidang Komisi adalah sidang untuk membicarakan isu dan strategi konkret IPM di setiap struktur untuk perjalanan IPM selama satu periode. Dalam Muktamar XX IPM yang baru berakhir, berikut hasil-hasil sidang komisi beserta konten yang dihasilkan secara mufakat pada Sidang Komisi :

Hasil Sidang Komisi A tentang Bidang-bidang
Bidang-bidang yang tetap dari periode sebelumnya tanpa perubahan berarti :
- Bidang Organisasi
- Bidang Perkaderan
- Bidang Kajian dan Dakwah Islam
- Bidang Pengembangan Ilmu Pengetahuan
- Bidang Apresiasi, Seni, Budaya, dan Olahraga


Sedangkan, bidang-bidang yang ditambahkan atau diubah arah-strateginya adalah sebagai berikut :

Bidang Pengembangan Kreatifitas dan Kewirausahaan
Bidang ini akan lebih difokuskan lagi arahnya. Setelah PP IPM mulai menggerakkan usaha Batik IPM, sekarang saatnya mulai menggerakkan kreativitas pelajar untuk menumbuhkan daya mandiri dari pelajar dan bukan hanya struktur IPM.

Bidang Ipmawati
Memfasilitasi pengembangan kapasitas diri pelajar puteri. Pengembangan dilakukan melalui pengajian ipmawati, konseling sebaya, diskusi dan kajian rutin ke-Ipmawatian, pelatihan dan pendampingan. Bidang Ipmawati akan menjadi sarana pendampingan topik-topik ke-Ipmawati-an seperti kesehatan reproduksi, fiqh perempuan (Ipmawati), konsultasi hidup islami, literasi, proteksi perempuan (Ipmawati) dari kekerasan dan diskriminasi.

Bidang Advokasi
Advokasi tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, namun di Muktamar XX, Bidang Advokasi memperluas cakupannya dengan memasukkan pendidikan politik pelajar sebagai agenda Bidang Advokasi periode mendatang sebagai cara membentuk kesadaran demokrasi dan kepekaan HAM, serta edukasi pemilih pemula.


Hasil Sidang Komisi B tentang Lembaga
Lembaga Lingkungan Hidup
Setelah sebelumnya diusulkan menjadi bidang, pada akhirnya pembahasan tentang ekologi diimplementasikan dalam bentuk Lembaga Lingkungan Hidup. Lembaga ini menjadi perwujudan pelaksanaan Agenda Aksi Konservasi Lingkungan. Lembaga Lingkungan Hidup akan menjadi wadah kerjasama antar lembaga yang perhatian terhadap isu-isu lingkungan seperti MDMC atau Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyah.

Lembaga Media, Komunikasi, Teknologi, dan Informasi
Idem dengan bahasan tentang ekologi, bahasan tentang media-komunikasi-teknologi-informasi juga diwujudkan dalam lembaga dengan rupa Lembaga Media, Komunikasi, Teknologi, dan Informasi. Dengan terwujudnya lembaga ini diharapkan manajemen media IPM beserta pengembangan komunikasi, teknologi, dan informasi dapat berkembang jauh lebih pesat.


Hasil Sidang Komisi C tentang Agenda Aksi
Agenda Aksi Jihad Literasi
Guna memperkental suasana keilmuan dalam rangka mewujudkan gerakan ilmu, IPM telah memulai langkah-langkah Jihad Literasi. Dengan diresmikannya agenda aksi jihad literasi, kedepan akan membuat IPM semakin gencar berliterasi dan memperkuat gerakan ilmu dalam bingkai pemberdayaan, pencerdasan, dan pembebasan pelajar

Agenda Aksi Pendampingan Teman Sebaya
Potensi-potensi pelajar perlu disentuh, dikembangkan, dan dipublikasikan secara luas untuk membuat pelajar sebagai generasi emas masa depan umat, bangsa, dan kemanusiaan dapat mencapai keadaan idealnya.

Agenda Aksi Konservasi Lingkungan
Lingkungan menjadi sorotan dunia secara terus menerus karena keadaan dunia tak jua membaik pasca perubahan iklim global. Pelajar menjadi satu harapan memperbaiki dan menjaga lingkungan, lewat agenda aksi ini pelajar dan pendidikan akan diperjuangkan agar senafas dengan semangat konservasi lingkungan.

Sumber : Tim Materi Muktamar XX IPM - Samarinda

Artikel keren lainnya:

Inilah 9 Formatur Terpilih PP IPM



IPM.OR.ID, Samarinda - Setelah melalui beragam dinamika dan proses yang sangat panjang, Muktamar XX IPM pada Sidang Pleno ke-6 menetapkan 9 Formatur terpilih yang dipilih melalui mekanisme pemilihan oleh seluruh peserta Muktamar.

Dalam pemilihan ini, lebih dari 900 peserta menyalurkan hak suaranya. Ketua Panitia Pemilihan Pusat, Riko Basri Koto mengungkapkan, "Dalam pemilihan ini, DPT berjumlah 1006, dengan jumlah pemilih 966 dan 40 pemilih tidak menyalurkan hak pilih."

Berikut 9 Formatur Terpilih PP IPM pada Muktamar XX IPM :
1. Muhammad Abid Mujaddid, 671 Suara
2. Rafika Rahmawati, 564 Suara
3. Nurcholis Ali Syabana, 561 Suara
4. Muhammad Irsyad , 559 Suara
5. Hafizh Syafaturrohman, 548 Suara
6. Khairul Sakti Lubis, 542 Suara
7. Amiruddin Awwalin, 537 Suara
8. Anshor HS, 510 Suara
9. Velandani Prakoso, 483 Suara

Tim Formatur pada saat ini (17/11, 03.30 WITA), sedang melaksanakan rapat tertutup untuk menentukan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal PP IPM Periode 2016-2018. (nab)

Artikel keren lainnya:

PP IPM Santuni Korban Pelemparan Bom Samarinda



IPM.OR.ID, Samarinda - IPM yang sedang menggelar Muktamar di Samarinda turut berbela sungkawa terhadap korban pelemparan bom molotov di Gereja Oikumene, Loa Janan, Samarinda, Ahad lalu (16/11). Pagi tadi (16/11), PP Muhammadiyah beserta PP IPM menyerahkan santunan kepada 2 korban yang masih dirawat di RSUD Abdul Wahab Sjahranie.

IPM diwakili oleh Sekretaris Jenderal PP IPM, Azaki Khoirudin dan Ketua PP IPM Bidang Organisasi, Warseno. Sementara itu, PP Muhammadiyah diwakili oleh Agus Taufiqurrahman (Ketua PP Muhammadiyah) dan Agus Sukaca (MPKU PP Muhammadiyah). Korban yang dikunjungi dan disantuni masih berada pada kondisi yang memprihatinkan, dengan salah satu berada dalam kondisi koma sementara satu lainnya tak berhenti menangis karena mengalami luka bakar di kepala.

Azaki menyesalkan tindakan teror yang sangat mencederai nilai-nilai ajaran Islam yang sesungguhnya mengajarkan kedamaian bagi setiap manusia. "PP IPM mengecam tindakan teror di Gereja Oikumene. Teror dalam bentuk apapun harus ditindak secara tegas. Kita bersama harus berusaha agar tindakan-tindakan teror tidak terulang lagi", ujar Azaki ketika dihubungi via telepon. (nab)

Artikel keren lainnya:

Hari Ke-2, Muktamirin Beri Evaluasi dan Rencanakan Masa Depan Ikatan

Suasana Sidang Pleno 3 Muktamar XX IPM, Selasa (15/11)

IPM.OR.ID, Samarinda - Memasuki hari kedua, Muktamar XX IPM membahas evaluasi dan perencanaan masa depan ikatan. Pembahasan teralokasikan pada Sidang Pleno 2 tentang Laporan Pertanggungjawaban PP IPM dan Sidang Pleno 3 tentang Laporan Perkembangan Wilayah IPM se-Indonesia.

Sempat terjadi dinamika yang cukup hangat di antara Muktamirin, namun situasi dengan segera kembali kondusif setelah Pleno diperluas yang sangat solutif dilaksanakan. Selain itu, daya kreasi peserta dari berbagai wilayah dengan menyanyikan lagu khas IPM bersama-sama di sela skorsing sidang membuat keadaan makin bersahabat.

Firda Amelia, Ketua Umum PW IPM Bali, mengungkapkan kesannya tentang Muktamar hari kedua, "Beberapa permasalahan muncul dari kurang tegasnya keamanan menjaga pintu masuk, tapi lebih dari itu, kepanitiaan yang tertata rapi, LO yang bertanggungjawab, dan sarana yang mumpuni membuat kekurangan yang ada dapat tertutupi."

Hingga saat ini (pukul 22.17 WITA), sedang berlangsung Sidang Pleno 3 tentang Laporan Perkembangan Wilayah se-Indonesia. Warseno, Ketua PP IPM Bidang Organisasi mengungkapkan bahwa Muktamar akan dilanjutkan dengan agenda Sidang Komisi yang membahas penguatan dan internalisasi nilai-nilai ideologis serta mewujudkan agenda aksi yang terukur dan terstruktur.

Warseno seraya berharap, "Setiap program yang dibahas harus berkesinambungan, memiliki orientasi, dan disertai dengan tujuan berjangka. Jihad literasi, gerakan keilmuan, dan gerakan ideologis harus menyatu dalam setiap hasil sidang komisi." (nab)

Artikel keren lainnya:

Berkemajuan, Pemilihan Formatur Gunakan Sistem e-Voting Canggih


Anggota Panlihpus Muktamar XX IPM, Cenningna Muthmainnah saat ditemui pasca-Pleno 2 siang tadi (15/11)

IPM.OR.ID, Samarinda - Pemilihan Formatur PP IPM Periode 2016-2018 akan dilaksanakan menggunakan sistem pemilihan elektronik (e-voting), berbeda dengan Muktamar sebelumnya yang belum menggunakan sistem elektronik secara penuh. Diestimasikan pemilihan mendatang selesai dalam waktu 3 jam dan tanpa adanya kecurangan-kecurangan yang mungkin terjadi.

“Membutuhkan waktu semalam jika kita melakukan pemungutan suara kalau memakai cara lama,” ujar Cenning Muthmainnah, anggota Panitia Pemilihan Pusat (Panlihpus).

Sistem e-voting yang digunakan pada pemilihan besok (16/11) menggunakan QR code untuk verifikasi pemilih, sehingga validasi dan kerahasiaan dalam pemilihan sangat terjaga. Dalam sistem yang dibentuk oleh kader-kader IPM tersebut, keamanan sangat terjamin dari pembajakan karena tidak menggunakan jaringan internet melainkan sebatas jaringan intranet sebagai platform aplikasi.
  
Selain itu, Cenning menambahkan, "Panlihpus menyediakan stand untuk trial mode sistem e-voting guna membiasakan peserta Muktamar dengan sitem e-voting dalam Muktamar ini". Melalui trial mode, peserta dapat mencoba sistem secara langsung dan memahami dengan baik pelaksanaan proses pemilihan formatur mendatang. (alz/nab)

Artikel keren lainnya:

PP IPM Mengecam Pelemparan Bom Molotov pada Gereja di Samarinda


Mendikbud Muhadjir Effendy (3 dari kiri) dan Sekda Provinsi Kalimantan Timur Bere Ali (5 dari kiri) menjenguk korban pelemparan bom molotov usai menghadiri Pembukaan Muktamar XX IPM

IPM.OR.ID, Samarinda - Pelemparan bom molotov terjadi di depan Gereja Oikumene, Jl. Cipto Mangunkusumo No. 32 Sengkotek, Kecamatan Loa Janan Ilir, Samarinda, pada Hari Ahad (13/11). Peristiwa tersebut terjadi bertepatan dengan pelaksanaan Muktamar XX IPM di Samarinda.

PP IPM mengecam insiden pelemparan bom tersebut. "Aksi pengeboman tidak boleh dikaitkan sebagai balasan penistaan agama yang terjadi beberapa pekan yang lalu. Aksi teror bom tersebut merupakan tindakan yang keji dan sangat bertentangan dengan ajaran agama islam sebagai rahmatan lil 'alamin," ujar Salman Al Farisi, Anggota Bidang Advokasi PP IPM.

Meskipun pelemparan bom yang terjadi di Samarinda berbarengan dengan Muktamar XX IPM, namun pelaksanaan Muktamar tetap kondusif dan tak terpengaruh pelemparan bom molotov tersebut. PP IPM menyatakan turut berduka cita atas meninggalnya Intan Olivia Marbun akibat aksi pelemparan bom molotov tersebut. Direncanakan, PP IPM akan menjenguk korban pelemparan bom molotov sore ini (15/11) (alz/nab)

Artikel keren lainnya:

Catatan Singkat, Sebagai Pengingat Muktamar XX IPM


Perhelatan dan kontestasi Muktamar XX Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) telah tiba saatnya. Momentum musyawarah untuk mempertanggungjawabkan, mengevaluasi dan merumuskan arah gerak dan strategi gerakan pelajar Muhammadiyah akan dilaksanakan di forum yang mulia, transparan, demokratis, dan bersih dari praktik-praktik transaksional ini. Tak heran rasa haus perjumpaan dan ghiroh untuk menjadi bagian dari agenda dua tahunan IPM ini selalu membawa dorongan yang kuat bagi setiap jiwa kader yang dalam dirinya tumbuh rasa optimis akan sebuah nilai dan gerakan yang akan diusung oleh para pelajar yang bukan semangat radikal analisa dangkal.

Pelajar yang notabene bagian tak terpisahkan dari sebuah sistem dan jenjang intelektual, serta tatanan sosial maupun juga sebagai bagian dari yang memberi pengaruh maupun pihak yang terdampak pola kebijakan penguasa tidak boleh sedikitpun luntur semangat gerakan maupun rasa ingin tahu dalam beraktivitas organisasi dan filosofi organisasi itu sendiri guna mewujudkan eksistensinya, terlebih pola-pola gerak ideologis yang menjadi dasaran/pondasi gerakannya.


Kembali ke topik Muktamar, ada kalanya proses Muktamar menjadi sangat menarik dan menggelitik tatkala pikiran-pikiran muda, segar, kritis dan jujur menghiasi dinamika diskusi dalam memandang sebuah narasi besar gerakan yang akan dilahirkan dalam event besar ini. Gagasan-gagasan itu muncul seiring dengan tuntutan kondisi realitas sosial yang melingkupi uji coba dinamika dalam kehidupan seorang pelajar sebagai individu maupun bgian dari sistem sosial di Indonesia.


Progres setiap narasi-narasi yang mengkristal dalam arena Muktamar seyogyanya menjadi bagian penting dan menjadi entry point atas kelangsungan hidup semangat gerakan ideologi kebangsaan, bahwa semangat itu tidak hanya hidup diruang hampa atau  pragmatisme semata untuk melahirkan produk di setiap akhir sebuah periode kepemimpinan. Terlebih jika nanti gagasan dan ide itu tanpa muatan ideologis dan ahistoris. Maka ini yang akan membuat dari waktu ke waktu hanya menjadi tumpukan narasi yang tidak mampu terealisasi dan berdampak baik bagi hidupnya gerakan tanpa ada aksi strategis yang membuahkan hasil khususnya untuk membesarkan organisasi kita dan kebangsaan pada umumnya


Ada beberapa hal yang ingin penulis utarakan dalam tulisan singkat ini sebagai catatan pengingat mengenai sebuah kondisi obyektif yang mewujud menjadi material dalam diskursus gerakan yang akan dicanangkan kedepan oleh IPM. Salah satu hal yang memprihatinkan adalah budaya konsumerisme akut yang menghasilkan manusia medioker yang kemampuan berpikirnya pas-pasan bahkan bodoh dan sangat rakus terhadap barang pasar yang notabene barang atau kebutuhan tersebut tidak perlu ada namun diada-adakan sebagai pemuas ataupun pelengkap identitas yang menambah superioritas eksistensinya termasuk latah mengejar sederet gelar tanpa mampu mengubah realita. Padahal dari sisi dan segi kebermanfaatan belum tentu memberikan dampak yang positif serta signifikan dalam keberadaannya sebagai seorang pelajar. Contoh hal seperti ini sungguh nampak dalam fashion, gadget, kendaraan dan alat-alat tersier lain yang sebenarnya tidak perlu ada.


Mengapa saya katakan akut menyoal pola konsumerisme ini? Pola hidup pelajar yang tidak mencerminkan kesederhanaan dan kebersahajaan akan memberikan dampak negatif pada lingkungan sekitar. Semisal sebagai pelajar yang tinggal di daerah pedesaan, bagi yang mampu secara finansial untuk berbelanja barang-barang yang saya sebut diatas tadi sungguh sangat berefek pada pelajar lain yang kurang mampu. Sehingga hal ini berdampak buruk pada proses imajinasi alam bawah sadarnya yang menggiringnya untuk meniru pola-pola konsumerisme akut tersebut. Contoh lain ketika negara belum mampu hadir untuk memberikan akses dan peluang yang sama soal informasi berbasis internet atau media elektronik. Coba kita bayangkan pelajar kita yang hidup di desa yang setiap harinya bergaul dengan alam dan hewan ternak sehingga terjadi kesenjangan yang luar biasa pada bidang ini, dan masih banyak hal-hal lain yang akhirnya menjadi sebuah ketimpangan yang semakin sukar untuk ditangani. Dalam hal ini sikap dan nilai ideologis seorang kader dituntut untuk hadir membawa pencerahan bagi lingkungan/teman sebaya dan sistem yang tercipta dan menolak sikap konsumtif, yang dengan kata lain menolak adanya segala yang disebut demonstration effect.


Proses-proses ideologisasi kebangsaan tempat dimana kita berada menjadi sangat penting dan mendesak bagi seorang aktivis atau kader organisasi yang dalam hal ini adalah pelajar muhammadiyah agar tidak menganggap dirinya hidup diruang hampa. Membayangkan carut-marut kondisi kebangsaan sangatlah terlihat jelas sebagai bukti hilangnya karakter yang tak mau punya nilai historis dan ideologis sama sekali dalam jiwa seorang pelajar islam sebagai bagian dari perkembangan nasionalisme. Kondisi ini mendorong pelajar untuk lebih bersikap apatis dan pragmatis tanpa mau dan mampu berfikir rasional serta peduli terhadap realitas sosial.


Seorang pelajar yang tidak mau dan mampu membaca sejarah dan laju pemikiran ideologi yang bergerak tentu tidak akan mampu membuat perubahan untuk lingkungan dan sistem sosialnya bahkan untuk merubah dirinya sendiri. Sikap ahistoris yang banyak melanda pelajar kita memiliki konsekuensi melemahkan daya nalar kritis-progresif yang seharusnya mewujud menjadi aksi keberpihakan dan pembelaan serta melemahkan kewaspadaannya pada sikap hidup konsumtif seperti diutarakan diatas. Terlebih dibumbui karakter yang tak punya nilai ideologi sama sekali. Lengkap sudah penghancuran sebuah cita dan masa depan generasi pelajar kita jika kedua hal tersebut sudah benar-benar menjangkiti jiwa pelajar.

Oleh karena itu sedikit catatan ini sebagai upaya untuk terus waspada dan megawal laju gerakan ideologis tanpa meninggalkan sejarah pencapaian IPM dimasa lampau. IPM harus mampu mengelaborasi setiap perkembangan yang telah dicapainya sebagai sebuah akumulasi positif yang akan memberikan energi pada setiap gagasan barunya. Karena sejarah itu berulang namun berbentuk spiral, maka kelemahan dan kekuatan yang lalu, potensi yang ada, peluang dan hambatan dimasa mendatang harus dijadikan sebuah instrumen kritis kesinambungan agar sustainable development mempunyai tanggungjawab sosial (meminjam istilah yang dipakai dalam simposium World Culture Forum 2016, Bali -Responsible Development) seperti dalam sila kelima Pancasila kita “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” dalam membuat sebuah kebijakan dan arah strategi gerakan kedepan yang tentunya berbasis pada nilai-nilai ideologi dan bermuatan historis yang kuat dan dipegang teguh oleh kader-kader IPM sehingga tema Muktamar kali ini yakni Menggerakkan Daya Kreatif – Mendorong Pelajar Berkemajuan tidak hanya menjadi mimpi namun mampu terwujud dan menjadi sikap hidup Pelajar pada umumnya.

*) Penulis adalah Warseno, menjabat sebagai Ketua Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah Bidang Organisasi Periode 2014-2016

Artikel keren lainnya:

13 Tahun, Peserta Termuda Muktamar XX IPM


IPM.OR.ID, Samarinda - Muktamar XX IPM sebagai wadah generasi muda se-Indonesia berkumpul menciptakan fakta yang cukup unik. Peserta termuda IPM tergolog berusia sangat belia, ia adalah Hudzaifah Alwan Hilmy, memiliki panggilan akrab Hilmy. Putra pertama dari pasangan Bapak Dany R Ananda dan Ibu Linna Sofianni tersebut merupakan perwakilan dari Kota Denpasar. Kader kelahiran 31 Januari 2003 tersebut mengaku merasa paling kecil diantara peserta lainnya. Meskipun demikian, siswa kelas 8 SMP Muhammadiyah 2 Denpasar ini tak kalah semangat dalam mengikuti rangkaian demi rangkaian pelaksanaan Muktamar XX IPM.

Saat diwawancarai Tim Media, Hilmy mengatakan bahwa ia sangat senang mengikuti Muktamar di Samarinda, karena selain mengikuti acara muktamar untuk pertama kalinya, Hilmy juga baru pertama kali menjejakkan kaki di luar Pulau Bali.

“Senang mendapat kesempatan berkunjung ke Samarinda untuk acara Muktamar ini. Apalagi saya suka berorganisasi. Saya tergabung dalam IPM di sekolah. Semakin menambah pengalaman saya mengikuti acara ini,” ungkap Hilmy yang sering menjadi juara kelas di sekolahnya. (alz)

Artikel keren lainnya:

Ali Taher : Selamat Bertarung dengan Baik



IPM.OR.ID, Samarinda - Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dilaksanakan di Aula Utama Samarinda Convention Hall, Sempaja, Kota Samarinda, Kalimantan Timur pasca-Pembukaan Muktamar XX IPM pada Senin (14/11).

Pada pidato pengantar, Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher Parasong menyampaikan beberapa pesan kepada peserta sosialisasi yang merupakan kader IPM dari berbagai daerah dan wilayah di Indonesia. "Selamat bermusyawarah, bertarung dengan baik. Bertarung diperbolehkan dalam artian pertarungan yang jauh dari aroma pragmatisme kekuasaan," tegas Ali Taher.

Sementara itu, pada Sosialisasi Empat Pilar yang disampaikan oleh Anggota MPR RI M. Rizal, peserta sosialisasi mendapatkan materi berupa aktualisasi Pancasila pada diri anak bangsa. Sehingga peserta diarahkan untuk menyadari bahwa Pancasila adalah milik seluruh bagian bangsa dan bukan milik rezim. (nab)

Artikel keren lainnya:

Haedar Nashir : Alumni Harus Adaptif



IPM.OR.ID, Samarinda - Pasca-Pembukaan Muktamar XX IPM, Senin (14/11), Alumni IPM berhimpun dalam Silaturahmi Nasional (Silatnas) Alumni IPM. Agenda Silatnas tersebut dilaksanakan di Samarinda Convention Hall, Sempaja, Kota Samarinda dan diikuti sekitar 30 alumni yang saat ini berada di tingkat pusat pada struktur Persyarikatan Muhammadiyah atau Ortom Muhammadiyah dengan Alumni IPM yang berada di wilayah Provinsi Kalimantan Timur.

Silatnas dihadiri beberapa tokoh, antara lain Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas dan Bupati Penajam Paser Utara. Silatnas secara umum membahas tantangan IPM dan alumninya yang secara organisasi maupun secara individu, di era media sosial, kadang mampu menggoyahkan semangat sami'na wa 'atho'na dalam ber-Muhammadiyah.

Haedar Nashir ketika menyampaikan tentang hubungan alumni dengan IPM menegaskan untuk menjaga agar kader IPM menjadi kader yang adaptif. "Ketika masuk dalam cakupan Persyarikatan Muhammadiyah, akan memerlukan adaptasi karena kader Muhammadiyah tak hanya berasal dari IPM. Bahkan juga memungkinkan kader Muhammadiyah berasal dari organisasi lain non-Ortom Muhammadiyah," ungkap Haedar yang pernah menjadi PP IPM Periode 1983-1986. (nab)

Artikel keren lainnya:

4000 Kader Meriahkan Pembukaan Muktamar



IPM.OR.ID, Samarinda - Pagi ini (14/11), Pembukaan Muktamar XX IPM berlangsung sangat meriah. Sebanyak lebih dari 4000 kader memenuhi Convention Hall Samarinda. Ke-4000 kader tersebut berasal dari tidak hanya dari Kota Samarinda, namun beberapa kota/kabupaten lain di Kalimantan Timur.

"Selamat datang siswa sekolah-sekolah Muhammadiyah dari seluruh Kalimantan Timur yang turut meramaikan Pembukaan Muktamar XX IPM," ujar Anshor HS pada Welcoming Speech Tuan Rumah Muktamar XX IPM.

Berbagai penampilan seperti tarian daerah dan seni beladiri tapak suci semakin menambah kental kemeriahan suasana Kota Tepian Samarinda. Antusiasme peserta untuk menyaksikan langsung pembukaan Muktamar XX IPM diwarnai pula dengan yel-yel  kontingen seluruh wilayah membuat atmosfer Samarinda Convention Hall semakin dahsyat. 

Ketua Panitia Pusat M.Sodikin menyatakan bahwa di antara audiens Pembukaan Muktamar XX IPM terdapat peserta Muktamar yang telah terdaftar berjumlah 910 orang. Peserta dan penggembira yang datang dari berbagai penjuru menjadikan Convention Hall berlantai 3 tersebut penuh oleh peserta dan penggembira. (alz)

Artikel keren lainnya:

Liasion Officer Muktamar IPM Dilatih Secara Profesional


IPM.OR.ID, Samarinda - Dalam rangka menyemarakkan Muktamar Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), 200 Liasion Officer (LO) diberikan pelatihan dan pembekalan oleh panitia Wilayah Muktamar Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) XX. Materi yang disampaikan oleh panitia meliputi maksud dan tujuan diadakannya muktamar hingga attitude yang baik dan benar. Seluruh peserta mengikuti pelatihan ini dengan sangat antusias.

Pelatihan digelar pada hari Senin (17/10) bertempat di Gedung Awang Faroek Institute. Pembekalan materi ini sendiri bertujuan agar para LO nantinya memiliki wawasan mengenai Muktamar IPM XX dan memaksimalkan kontingen seluruh wilayah serta penggembira Muktamar XX di Samarinda.

Diharapkan para LO ini mempunyai wawasan mengenai Muktamar IPM XX dan mengetahui kinerjanya nanti saat muktamar berlangsung. Sehingga tau apa saja yang harus dilakukannya nanti. Seluruh LO mendapatkan beberapa materi mengenai wawasan dan program, leadership, public speaking, dinamika kelompok dan wawasan wisata.

Sebanyak 200 Liasion Officer berasal dari siswa SMK Muhammadiyah satu, dua, tiga dan empat, SMA Muhammadiyah 2 dan SMK Media Samarinda. Tidak hanya di Samarinda, terdapat juga LO asal Balikpapan yang terdiri dari 53 orang dari SMK dan SMA Muhammadiyah se-Balikpapan. Seluruh LO nantinya akan bertugas selama Muktamar yang akan digelar pada tanggal 12 hingga 16 November 2016 di Convention Hall Samarinda. (alz)

Artikel keren lainnya:

33 Calon Tetap Formatur IPM Diumumkan



IPM.OR.ID, Samarinda - Panitia Pemilihan Pusat (Panlihpus) Muktamar XX IPM telah mengesahkan Calon Tetap Formatur PP IPM Periode 2016-2018. Panlihpus menetapkan calon tetap setelah melalui 2 proses yang ketat dan sesuai amanah Konpiwil Surabaya 2016. 

"Proses pertama adalah PP IPM dan PW IPM se-Indonesia mengirimkan rekomendasi nama-nama calon formatur, berjumlah 88 orang. Kemudian, dari 88 orang yang direkomendasikan hanya 45 orang yang mengembalikan formulir. 45 orang tersebut diseleksi oleh Panlihpus kemudian menghasilkan 33 Calon Tetap Formatur," tandas Ketua Panlihpus, Riko Basri Koto.

Berikut 33 nama Calon Tetap Formastur PP IPM Periode 2016-2018 :
1. Adam Syarief Thamrin Hasibuan
2. Achmad Farisi
3. Amiruddin Awalin
4. Annisa Nur Fitriana
5. Ansor HS
6. Ari Dwi Septiawan
7. Arman Darmawan
8. Azhar Nasih Ulwan
9. Faisal Akbar
10. Fathya Fikri Izzudin
11. Hafizh Syafaaturrahman
12. Ibrahim
13. Khairul Sakti Lubis
14. Maharina Novia Zahro
15. Muhammad Abid Mujaddid
16. Muh. Arif Indra Jaya
17. Muhammad Ihsan Abdusami 
18. Muhammad Irsyad
19. Mujahidatul Khaerat
20. Nurcholis Ali Sya’bana
21. Rafika Rahmawati
22. Rahmawati Idrus
23. Rangga Yudha
24. Riki Riandi
25. Sadida Inani
26. Siska Dewi
27. Sri Dwi Fajarini
28. Syahrian 
29. Teo Rendra Arifin
30. Titis Mutiara
31. Velandani Prakoso
32. Wahyi Ba’dal Fitri
33. Zidni Ilma Nafi’a

Nama-nama tersebut akan dipilih oleh peserta Muktamar XX IPM pada Rabu (16/11) dengan menggunakan sistem Electronic Voting (e-Voting). Akan terpilih 9 nama yang menjadi Formatur PP IPM Periode 2016-2018. (nab)

Artikel keren lainnya:

Konpiwil Pra-Muktamar XX IPM Resmi Dibuka


IPM.OR.ID, Samarinda – Konferensi Pimpinan Wilayah (Konpiwil) Pra-Muktamar XX Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) resmi dibuka oleh Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Kalimantan Timur, Aziz Muslim, pada Ahad (13/11) pukul 11.00. Pembukaan Konpiwil dilakukan usai Studi Inspiratif bersama Bupati Penajam Paser Utara,Yusran Aspar dan Walikota Jambi, Syarif Fasha.

Konpiwil sebagai salah satu rangkaian Muktamar XX IPM diikuti oleh Pimpinan Pusat IPM dan Pimpinan Wilayah IPM se-Indonesia. Pembukaan Konpiwil diikuti sekitar 1000 kader IPM dari seluruh Indonesia, dengan agenda utama mengesahkan Tata Tertib Muktamar dan Calon Tetap Formatur,

Dalam Sambutan Pembukaan Konpiwil, Aziz Muslim sangat mendukung diadakannya Muktamar XX IPM di Kota Samarinda. Menurut Aziz, sangat baik anak muda aktif berkecimpung dalam IPM. Ia seraya berpesan untuk peserta Konpiwil, “Bermusyawarahlah dengan santun. Boleh kritis, tapi secara substantif.” 

Saat ini, 1000 peserta yang telah bergabung di arena Muktamar mulai memasuki rangkaian agenda Konpiwil sebelum agenda inti Muktamar dibuka secara resmi besok (14/11). (alz/nab)

Artikel keren lainnya:

Kader IPM di Italia Ucapkan Selamat Muktamar



Casamassima9 September 2016 lalu, seorang siswa kelas XII Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, Setyawan Putra Sujana menginjakan kaki pertama kalinya di Italia. Putra mengikuti pertukaran pelajar AFS (American Field Study) dengan Italia sebagai negara tujuannya. Putra berhasil menjadi satu diantara 144 pelajar Indonesia tingkat akhir SMA/sederajat yang menjadi peserta pertukaran pelajar setelah melalui proses seleksi yang sangat ketat.

Kurang lebih satu tahun bersama keluarga angkat, Kabid PIP PR IPM Muallimin periode 2015/2016 ini tinggal di kota Casamassima, Puglia, Italia. Selama setahun kedepan, Putra bersekolah di Liceo Cartesio Triggiano. Di kota tersebut ia akan bertemu dengan keluarga baru, teman-teman baru serta aktivitas sekolah yang baru.

“Saya sangat bersyukur bisa terpilih dan mengikuti program ini. Saya bisa bertemu wajah-wajah baru, bisa belajar tentang kebudayaan dan kehidupan warga di negeri lain. Mendapatkan pengalaman yang sangat luar biasa serta bisa mengenalkan Indonesia dan Islam ke banyak orang yang belum mengenalnya,” ujarnya senang. 

Tak pernah disangka bahwa dirinya bisa menginjakkan kaki di negeri orang. Tak hanya membawa nama diri sendiri, namun juga sekolah, nama bangsa Indonesia bahkan nama Islam.

Harapan Putra mengikuti pertukaran pelajar ini diungkapkannya secara langsung, “Saya berharap selama setahun kedepan dapat menjadikan diri saya lebih baik, menjadi duta dan agen yang baik pula bagi bangsa. Dapat mengambil semua pengetahuan yang bisa saya dapatkan disini. Berwawasan lebih luas, berpikiran lebih terbuka dan juga lebih dewasa”.

Putra yang telah bertahun-tahun menjadi bagian dari IPM mengucapkan selamat dan sukses untuk Muktamar. “Selamat, sukses, dan semangat untuk Muktamar XX Ikatan Pelajar Muhammadiyah pada 12-16 November di Samarinda. Semoga kedepannya dapat terus menjadi kebanggaan semua dan dapat terus menginspirasi pelajar Indonesia. IPM JAYA!,” ucap Putra langsung dari Italia. (alz)

Artikel keren lainnya:

IPM Dukung Pihak Berwajib Percepat Proses Hukum Ahok



Ketua PP IPM, Khairul Sakti Lubis (dua dari kanan) dan Sekretaris PP IPM, Riko Basri Koto (kanan) saat dimintai keterangan oleh pers, setelah memberikan keterangan sebagai saksi pelapor pada Selasa (8/11)

Jakarta
- IPM sebagai bagian dari organisasi Islam tentunya tentunya selalu mendukung dan mengupayakan agar agama Islam tak dinistakan. Oleh sebab itu, IPM secara tegas mendorong agar penegak hukum menyelesaikan proses sesuai dengan yang telah dijanjikan.


Ketua PP IPM Khairul Sakti Lubis menyatakan bahwa saudara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melakukan penistaan agama karena telah memberikan penilaian terhadap tafsir orang lain. Apalagi, Ahok telah mencoba menafsirkan kitab suci umat Islam yang tidak ia yakini kebenarannya.

"IPM sebagai bagian dari Muhammadiyah menegaskan untuk mendukung proses hukum. Kepada Bapak Presiden dan Kapolri harap melakukan proses hukum secara terbuka, transparan, dan tanpa intervensi. Permasalahan ini menjadi tantangan bagi kemajemukan bangsa, harus diselesaikan secara cepat, tepat, dan berkeadilan," tegas Sakti pada Jumat (11/11).

"Akan kami tagih janji yang menyatakan proses hukum selesai dalam 2 minggu setelah Aksi Damai 4 November lalu," ungkap Sakti. (nab)

Artikel keren lainnya:

Ribuan Kader IPM akan Ramaikan Samarinda dalam Muktamar

Ribuan Kader IPM akan Ramaikan Samarinda dalam Muktamar
Panitia Lokal Muktamar di Bandara Sepinggan menyambut kedatangan kader IPM se-Indonesia, pada Jumat (11/11)

TRIBUKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) akan melangsungkan Muktamar yang ke 20 di Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).

Saat ditemui Tribunkaltim.co, Ketua IPM Kota Balikpapan Andra Fahriza Arman menjelaskan, muktamar IPM untuk pertama kalinya dilangsungkan di Pulau Kalimantan.

"Kami perjuangkan Kaltim jadi tuan rumahnya. Samarinda dipilih. Biasanya sering digelar di Jawa dan Sumatera," ungkapnya pada Jumat (11/11/2016), di Bandara Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Kota Balikpapan.

Pelaksanaan muktamar berlangsung pada 12 sampai 16 November 2016, yang digelar di Convention Hall M Yamin Kota Samarinda.
Pelaksanaan muktamar mengangkat tema "Menggerakkan Daya Kreatif Mendorong Generasi Berkemajuan." Diharapkan melalui acara ini ada pergantian kepungurusan baru yang mampu menggiring pemuda kreatif bagi negeri.

"Ada ribuan orang dari seluruh penjuru Indonesia hadir ke Muktamar IPM di Samarinda," kata Andra.

Pantauan Tribunkaltim.co pada pukul 14.30 Wita sejumlah kader IPM Kota Balikpapan berkumpul di pelataran depan pintu kedatangan penumpang pesawat di Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Kota Balikpapan.

Mereka di bandara itu untuk menyambut kader-kader yang berasar dari luar Provinsi Kaltim. (*)

Sumber :
http://kaltim.tribunnews.com/2016/11/11/ribuan-kader-ipm-akan-ramaikan-samarinda-dalam-muktamar

Artikel keren lainnya:

Pawai Ta'aruf se-Kaltim Sambut Muktamar IPM

Samarinda- Dalam rangka merayakan semarak Muktamar XX Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Milad Muhammadiyah 107 Hijriah dan juga Musyawarah Hizbul Wathan Kalimantan Timur, PW IPM Kalimantan Timur melaksanakan Pawai Ta’aruf. Tepatnya hari Sabtu (5/11), pukul 06.00 pawai tersebut dilaksanakan di sekitar Stadion Madya Sempaja Samarinda.

Peserta pawai adalah seluruh pelajar Muhammadiyah se-Kalimantan Timur dari tingkat SD hingga SMA/sederajat. Dan tidak hanya itu, pawai dihadiri ortom-ortom Muhammadiyah seperti Pemuda, Nasyiatul ‘Aisyiyah, Hizbul Wathon, Tapak Suci dan banyak warga Muhammadiyah lainnya.

Antusias peserta Pawai Ta'aruf sangat luar biasa. Terbukti dari awal pelaksanaan sampai acara selesai diikuti peserta dengan penuh semangat, aman, tertib dan penuh kegembiraan. Peserta Pawai Ta’aruf memenuhi rute jalan yang telah di tentukan sebelumnya.

“InsyaAllah dengan adanya pawai Ta'aruf yang berlangsung hari ini dapat semakin mempererat silahturahim dan mengenalkan Muhammadiyah kepada masyarakat sekitar. Terlebih sebentar lagi akan diadakan Muktamar XX IPM di Samarinda,” ujar Ketua Umum PW IPM Kalimantan Timur, Anshar HS. (alz)

Artikel keren lainnya:

Meretas Gender Movement


Ada sebuah adagium yang menarik ketika kita mencermati perjalanan gerakan IPM/IRM yang berkaitan dengan keterlibatan dan kuota perempuan yang menduduki dalam jajaran pimpinan wilayah dan pusat. Kala itu saya yang masih duduk di pimpinan daerah berpikir bahwa keterlibatan kami (kaum hawa-red) hanya berkutat pada hitungan jumlah konsumsi dan terhabiskan agenda pada pengajian keputrian dari masjid yang satu ke masjid yang lain, maklum saya saat itu terekrut dari IRM ranting remaja masjid. Genaplah sudah saat itu ketika saya masuk dalam bidang Irmawati yang anggota bidang dan ketuanya selalu berkonflik karena persoalan domestik. Miris…..
Oase di atas adalah sekelumit gambaran dan juga pengalaman dari seorang kader inthilan yang barangkali tidak ada pengaruhnya sama sekali, hanyalah gurauan hati kala itu. Namun kejadian seperti ini, juga dialami oleh beberapa irmawati yang aktif di IRM dan sekarang IPM. Persoalan yang sangat rentan dengan determinasi status dan jenis kelamin.
Berbicara mengenai perempuan secara luas tentunya juga akan membawa nilai dan jiwa ipmawati sebagai salah satu kompenen geraknya. Persoalan ini tidak bisa dipisahkan, namun menjadi sebuah kesatuan gerak. Mempersoalkan perempuan artinya juga mempersoalkan ipmawati dan IPM secara keseluruhan. Ada agenda besar yang mestinya harus diselesaikan dan menjadikan peran IPM sebagai sebuah social movement betul-betul diharapkan dan dapat memberikan solusi kepada basis gerakan dan masyarakat. Ada keinginan yang besar dari dalam diri saya untuk menuliskan beberapa catatan mengenai sejarah kemunculan kembali bidang ipmawati dan juga arahan serta agenda besar gerakan perempuan dan gender mainstreamdalam IPM.
  
PERSOALAN KUOTA
Meski hal ini bukanlah sebuah persoalan yang besar, nyatanya dalam survey yang dibuat PP IRM c.q bidang Irmawati pada tahun 2006, jumlah pimpinan pada level daerah sampai wilayah, sebagian besar didominasi oleh laki-laki. Data ini cukup menyentak dan menjadi salah satu persoalan, termasuk jabatan yang sering dipegang oleh perempuan/irmawati adalah bendahara dan sekretaris. Dalam persoalan kuota ini, banyak hal yang semestinya menjadi refleksi kita bersama, yaitu persoalan keterwakilan, point of view, edukasi, obyektifitas, sampai pada persoalan decision maker yang harus diputuskan dengan mengedepankan asas persamaan.
Memperbincangkan etika keterwakilan, sebenarnya dalam gender mainstreaming yang dikedepankan adalah issuelintas gender, artinya tidak ada pemisahan pembicaraan pada determinasi jenis kelamin, namun semua pihak baik laki-laki dan perempuan mempunyai kebutuhan yang sama. Praktisnya asalkan issuekesetaraan sudah menjadi mainstreamingmaka tanpa keterwakilan penuh bisa saja terus berlanjut. Namun faktanya keterwakilan atau kuota tidak saja sebatas pada pemahaman issue bersama, lebih dari itu bahwa bentuk adanya perempuan cukup signifikan memberikan arus pemikiran yang lebih komprehensif atas pengambilan sebuah keputusan bersama, terutama keputusan organisasi.
Dalam Development as Freedom, peraih Nobel Amatya Sen menyebutkan bahwa karya klasik Mary Wollstonecraft menggambarkan perbedaan antara perempuan sebagai penerima proses pembangunan (yang dikenal sebagai pendekatan “kesejahteraan” untuk meningkatkan status perempuan) dan perempuan sebagai wakil (agen) pembangunan, sebagai penggerak dan pembentuk perubahan yang pada akhirnya memberi manfaat bagi laki-laki dan anak-anak (yang dikenal sebagai pendekatan perwakilan – agency approach). Sen melihat kembali bahwa jauh sebelum revolusi yang dilakukan Wollstonecraft, saat berada di pengasingan di Paris, revolusi Perancis sedang bergolak dan menyebabkan terasingnya perempuan, karena perubahan politik melanda Eropa pada saat itu. Ia menyebutkan ide abad pertengahan mengenai wakil dan penerima :
“….peran seseorang sebagai ‘wakil’ secara fundamental berbeda perannya sebagai ‘penerima’. Kenyataan menunjukkan bahwa wakil mungkin harus melihat dirinya sendiri sebagai penerima, dan hal ini tidak akan mengubah perasaan dan tanggung jawabnya, sesuatu yang melekat dalam diri seseorang. Dengan demikian kita (perempuan dan laki-laki) harus bertanggung jawab untuk bertindak atau tidak. Itulah yang membedakannya.”
Demikian pula yang terjadi dalam organisasi otonom IPM, bahwa persoalan kuota dan jumlah pimpinan yang tidak responsive gendersudah semestinya kita tutup pembicaraan tersebut, dan hendaknya menjadi sebuah gerakan yang massif untuk senantiasa menyadarkan issue tersebut pada berbagai level pimpinan sampai pada pimpinan ranting sekalipun. Keterlibatan perempuan secara komprehensif tentunya membuat sebuah gerakan yang lebih baik dan mempunyai andil yang besar dalam menyumbangkan ide yang solutif.

CATATAN BIDANG IPMAWATI
Sebenarnya saya tidak terlalu tertarik untuk menuliskan metamorphosis kemunculan bidang irmawati/ipmawati kembali pasca muktamar IRM tahun 2000 di Jakarta. Namun, semangat yang ingin saya sampaikan adalah semangat pelurusan agenda utama bidang tersebut dan arahan strategis yang lebih praktis. Harapan saya, catatan kecil ini kelak dapat menjadi salah satu instrument gerakan kita yang lebih praksis untuk mencapai visi besar perjuangan IPM dan Muhammadiyah.
Muncul sebuah keresahan pada beberapa kegiatan sekelas pimpinan pusat saat itu yang ternyata jumlah peserta irmawati sangat sedikit, bahkan tidak ada separuhnya. Sebut saja pada periode 2002-2004, kegiatan (yang kebetulan saya ikuti) Pelatihan Da’i Nasional, Taruna Melati Utama, Lokakarya Materi Muktamar, Pelatihan PIP dan beberapa kegiatan yang lain. Dan lengkaplah asumsi saya bahwa tidak banyak irmawati yang terlibat dalam kegiatan tersebut, terlebih sebagai fasilitator. Ini menjadi sebuah pertanyaan dalam benak saya dan cukup mengganggu. Keresahan ini memuncak ketika kita korelasikan salah satu bagian dari social movement, yang kala itu menjadi icon IRM, adalah mulai muncul gelombang gender mainstreaming dan pelibatan dengan sangat optimal perempuan tanpa pembedaan determinasi.
Muncul kemudian bidang irmawati pada arena Muktamar IRM di Medan, dan akhirnya menjadi sebuah (saya melihat) gerakan baru. Gerakan yang tidak hanya berhenti pada sebuah wacana saja tapi gerakan yang pastinya sangat mengena pada akar rumput basis. Banyak yang kemudian menilai bahwa IRM kembali pada gerakkan tradisi dan sangat kuno ketika memunculkan kembali bidang tersebut. Saya tidak mengatakan demikian, namun saat itu saya ingin mengajak pada sebuah perbandingan yang bisa dijadikan komparasi. Gerakan PKI (Partai Komunis Indonesia) pada tengah media usianya berkibar di Indonesia memunculkan kelompok ideologis GERWANI (Gerakan Wanita Indonesia) yang mempunyai arahan strategis untuk menggarap issue perempuan demikian juga perekrutan pada basis perempuan yang secara psikologis sangat mudah untuk dipengaruhi dan dijadikan agent sebuah gerakan. Demikian juga berbagai organisasi dan partai sekelas gerakan sosialis sekalipun tetap akan mengembangkan komunitas perempuan di dalamnya. Bahkan tidak jauh, Muhammadiyah, akhirnya membentuk ‘Aisyiyah adalah sebagai pembentukan dan penguatan gerakan Muhammadiyah pada basis perempuan. Dan saat ini, sekalipun kita dihadapkan pada jumlah perempuan yang kian banyak, issue perempuan tidak hanya menjadi konsumsi terbatas kaum hawa saja, namun sudah semestinya menjadi arus dalam pemikiran dan dataran konsep sebuah gerakan. Sedangkan jika dikaitkan dari fragmen ideologis, gender movement bisa dikaitkan dengan sebuah bagian dari proses kaderisasi.  
Pada awalnya kemunculan bidang ini jelas menimbulkan berbagai persoalan dan pertanyaan akan arahan kerja dan juga model gerakan yang dilakukan. Adanya lokakarya Irmawati menjadi sebuah penengah dan forum bersama untuk membahas diskursus bidang irmawati, termasuk beberapa Pimpinan Wilayah yang tidak menginginkan adanya bidang tersebut, meskipun adanya bidang Irmawati adalah salah satu hasil dari Muktamar dimana kedudukan dan sifatnya harus dilaksanakan. Kala itu, tercatat sekitar 21 Pimpinan Wilayah hadir dan berpartisipasi dalam kegiatan tersebut sebagai peserta. Salah satu hasilnya adalah dirumuskan arahan kerja bidang Irmawati, penyamaan arus gender mainstreaming sebagai salah satu icongerakan dan juga adanya capacity building responsive untuk irmawati yang lebih mengarah pada pemberdayaan perempuan. Salah satu yang menjadi fokusnya adalah pelatihan gender, gerakan sadar kesehatan reproduksi dan advokasi perempuan.
Paradigma baru dari bidang Irmawati dan sekarang ipmawati, bukan memunculkan yang menjadi artefak pada bidang ipmawati, seperti diksusti (pendidikan khusus ipmawati) atau yang lainnya, namun juga tidak memunculkan arus baru yang terlalu meng-global sehingga jauh terlepas dari akar budaya ketimuran dan jauh dari basis gerakan, yaitu pelajar. Tidak serta merta menghilangkan kesuksesan program kerja bidang ipmawati dimasa lampau, namun jika dinilai kegiatan tersebut masih relevan, maka ada baiknya jika ada pengkajian ulang, sehingga lebih disesuaikan dengan need assessmentpelajar saat ini. Sekalipun kemunculan bidang ini juga tidak membatasi diri hanya untuk ipmawati saja, namun juga ipmawan. Sekali lagi, bidang ini mempunyai tujuan khusus untuk mengangkat issueperempuan dan menjadikannya sebuah sebuah icongerakan, sehingga siapapun dia berhak untuk berada dalam bidang ini.
Ketika membincangkan bidang ipmawati kawan, saya mengajak agar kita semua tidak berpikir terlalu skeptis, yaitu hanya melihat dari wilayah di pulau Jawa, namun, kita juga harus memperhatikan wilayah Indonesia yang lain. Artinya, barangkali di Jawa pembicaraan mengenai bidang ipmawati ataupun issue perempuan bukanlah hal baru, bahkan sudah jemu. Namun bisa jadi hal ini menjadi menarik untuk perkembangan IPM di Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, ataupun Indonedia timur lainnya. Sehingga yang sebenarnya tinggal dicari titik temunya hanyalah pada need assessment terhadap issue perempuan yang nantinya akan diderivasikan dalam bentuk kegiatan praktis.

DISKURSUS GENDER
Mestinya hari ini kita sudah tidak perlu lagi mempersoalkan gender dalam dataran termonologi dan epistemologis. Karena sejatinya membahas gender sudah bukan lagi hal yang asing dan konseptis, namun sangat palikatif, terlebih jika dihadapkan pada permasalahan kehidupan. Dominasi laki-laki dalam peran public dan domestifikasi perempuan bukanlah hal yang baru, tetapi sudah berlangsung sepanjang perjalanan sejarah peradaban umat manusia. Oleh karena itu tidak heran kalau kemudian dianggap sebagai sesuatu yang sudah bersifat alami atau kodrati. Hal ini berbeda dengan anggapan kaum feminisme. Dalam feminisme, konsep seks dibedakan dengan gender. Perbedaan-perbedaan biologis dan fisiologis adalah perbedaan seks, sedangkan yang menyangkut fungsi, peran, hak dan kewajiban adalah konsep gender. Yang kodrati, alami, hanya seks, bukan gender. Seperti yang sudah kita ketahui bersama, gender adalah hasil konstruksi sosial-kultural sepanjang sejarah kehidupan manusia. Bahwa perempuan dikenal lemah lembut, cantik, emosional, keibuan, sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa, dan lain-lain adalah konsep gender hasil konstruksi sosial dan cultural, bukan kodrati atau alami.
Konstruksi gender dalam perjalanan sejarah peradaban umat manusia dipengaruhi oleh berbagai macam faktor: sosial, cultural, ekonomi, politik, termasuk penafsiran terhadap teks-teks keagamaan. Feminisme mengkaji secara kritis berbagai macam konstruksi gender yang ada dan berkembang di masyarakat dengan menggunakan paradigma kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.
Seperti dikutip dari “Kesetaraan gender dalam Al Qur’an” karya Prof. Dr. Yunahar Ilyas, L.c disebutkan bahwa dalam beberapa ayat Al-Qur’an masalah kesetaraan antara laki-laki dan perempuan ini mendapat penegasan. Secara umum Allah SWT menyatakan dalam QS. Al Hujarat: 13 bahwa semua manusia, tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit dan perbedaan-perbedaan yang bersifat given lainnya, mempunyai status yang sama di sisi Allah SWT. Mulia dan tidak mulianya mereka di sisi Allah SWT ditentukan oleh ketakwaannya, yaitu sebuah prestasi yang dapat diusahakan. Bahwa dalam QS. Al-Ahzab: 33-35 disebutkan kesetaraan laki-laki dan perempuan yaitu: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah SWT, Allah SWT telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”  
Prof. Dr. Yunahar Ilyas juga menyampaikan bahwa sekalipun secara normative Al-Qur’an memihak kepada kesetaraan status antara laki-laki dan perempuan, tetapi secara konstektual Al-Qur’an memang menyatakan adanya kelebihan tertentu kaum laki-laki atas perempuan. Sepanjang leteratur terhadap tulisan para feminis Muslim tentang persoalan di atas, yang mereka gugat bukanlah teks-teks suci Al-Qur’an itu sendiri, tetapi penafsiran para mufasir terhadap teks-teks tersebut, bahkan dalam beberapa hal dipengaruhi oleh bias laki-laki terhadap perempuan.
Jelas bagi kita akan kedekatan makna gender yang sebenarnya dengan mengedepankan pemahaman yang utuh dan komprehensif. Tidak juga dipengaruhi sisi emosional dan biologis semata, namun lebih kepada pendekatan kesetaraan dalam konteks kehidupan keseharian.

NEO-GENDERMAINSTREAM, ARAHAN DAN AGENDA STRATEGIS
Kedepan kita harus berpikir lebih global dan komplek dalam mengarahkan gerakan perempuan dan issue kesetaraan di IPM. Ada beberapa arahan dan agenda yang bisa dijadikan rujukan sehingga tidak lagi ada persoalan penting dan perlu ada atau tidaknya bidang ini. Namun, kita lebih berpikir solutif dan praksis sehingga menjadikan bidang ipmawati sebagai sebuah kesatuan gerak organisasi yang cukup vital.
Adapun agenda strategis tersebut terimplementasi pada beberapa kegiatan di bawah ini, yaitu:
Pelatihan Teknologi Informasi
Sudah banyak studi yang menekankan pentingnya akses ke teknologi informasi untuk mengatasi kesenjangan gender. Banyak organisasi internasional yang menyoroti hal tersebut. Organisasi memainkan peran cukup penting dalam memanfaatkan teknologi, seperti internet dengan berbagai kemudahan komunikasi lintas sektoral, terotorial, dan bahasa, akses teknologi gadget dan lainnya. Wolfgang Reineke dari Bank Dunia melihat bahwa kelompok-kelompok yang yang peduli pada masalah perempuan kini bisa menggunakan teknologi tersebut untuk menembus birokrasi dan penghalang hirarkis lainnya yang menjadi kendala bagi para pembuat keputusan di lembaga-lembaga tradisional. 
Beberapa strategi pelatihan yang bisa dikembangkan untuk peningkatan kapasitas dan responsive issue gender adalah sebagai berikut:
·  Advokasi kekerasan pelajar putri
·  Pengembangan dan masifikasi issuemelalui jejaring sosial (facebook, twitter, tagged, dll)
·  Kemampuan negosiasi dan retorika
·  Pengembangan konstituen
·  Kemampuan mengarusutamakan gender/pelatihan sadar gender
·  Penggunaan media massa untuk massifikasi gerakan
·  Pendidikan politik dan pendidikan pemilih perempuan
·  Kesehatan reproduksi remaja
·  Sekolah Gender
·  Pembuatan Jurnal perempuan
·  Pengembangan penelitian yang berkaitan dengan issue perempuan.
·  Gerakan Respons issue actual
·  Diskusi tematik yang berkaitan dengan issue perempuan yang berkembang
·  Pengembangan issue
·  Aksi dengan media ataupun aksi turun ke jalan
·  Program taktis berkala jangka pendek untuk merespon issue.

Pembentukan Aliansi
Proses membangun aliansi itu membutuhkan mitra untuk bekerja sama dalam berbagai issue di semua aspek kehidupan. Secara keseluruhan, membangun aliansi menjadi mekanisme yang efektif untuk:
  • Pertukaran informasi mengenai pengalaman perempuan dalam mengidentifikasi syarat-syarat yang diperlukan untuk menciptakan hubungan yang berkelanjutan diantara stakeholder.
  • Dialog antar semua stakeholder untuk meningkatkan dampak dari partisispasi perempuan dan gender mainstream.
  • Membangun akuntabilitas perempuan di antara berbagai konstituen.
  • Membangun jaringan dengan organisasi perempuan ataupun sayap dari organisasi yang concern dengan perempuan, ex. KOHATI-HMI, IPPNU, PII, dan lain-lain. Selanjutnya dilakukan penyamaan issue dan aktivasi kegiatan massa bersama.

Pembentukan Komunitas
Pembentukan komunitas ini metupakan follow up dari berbagai kegiatan di atas. Ada sebuah siklus kaderisasi dan proses pendampingan setelah kegiatan selesai, yaitu membentuk komunitas sebagai kegiatan selanjutnya. Tujuan diadakan komunitas ini adalah untuk senantiasa menjaga kontinyuitas gerakan dan relasi serta keterlibatan agar adanya intesifikasi pembahasan issue sehingga sesama anggota komunitas dapat meningkatkan kapasitas bersama. Lebih beragamnya kapasitas mengindikasikan semakin banyak spesifikasi bidang garapan dan juga semakin banyak program sebagai solusi dari permaslahan yang bisa diselesaikan.
Beberapa contoh komunitas:
·  Komunitas advokasi kekerasan pelajar putri di sekolah
·  Komunitas jurnal perempuan
·  Komunitas facebooker respon issue perempuan
·  Komunitas kesehatan reporoduksi remaja
·  Komunitas peduli gender

Pembagian Peran
Usaha membangun aliansi, komunitas, dan kerja sama khusus diperlukan untuk mengubah persepsi yang menyangkut perempuan, terutama dengan menyebarkan informasi partisipasi perempuan yang kredibel, efektif, dan tidak kalah dengan laki-laki. Semua perempuan tidak terlebih ipmawati harus mengetahui bahwa sebagai pimpinan dan juga pemimpin, ia harus bergelut dengan tanggung jawab dan mengutamakan keterlibatan di public. Sebagai pribadi bahwa perempuan juga akan menjadi isteri, orang tua, dan anak yang mempunyai tugasnya masing-masing. Manusia, tidak peduli laki-laki memainkan peran yang berbeda pada saat yang berbeda. Perempuan masih cenderung lebih menghargai kontribusinya di ruang pribadi dan peran sukarela daripada aspek-aspek yang terkait dengan lingkup sosial.
Peran media massa juga menentukan. Diperlukan dialog proaktif dan terus menerus antara berbagai pihak pemangku kepentingan dan lobi-lobi perempuan. Hal ini tidak hanya untuk menyoroti permasalahan perempuan saja, tetapi juga untuk meliput issue yang menyangkut ketimpangan gender.
Dapat disimpulkan bahwa upaya-upaya di atas masih menempatkan dewasa putri dan remaja putri (sebagai sasaran IPM) sebagai sasaran. Namun, untuk melangkah ke masalah biasa gender yang sudah terjadi selama dua millennium, kita tidak boleh melupakan pengkondisian awal. “Anak adalah bapak setelah dewasa”, kata penyair Inggris William Wordsworth. Bila pendidikan perempuan diberikan setelah mereka dirancukan oleh peran perempuan yang lain -mengurus rumah dan kegiatan ekonomi- maka transformasi peran dan partisispasi perempuan/ipmawati akan berjalan lambat.  
Akhirnya Harapan besar bagi saya agar telaah tulisan saya ini sedikit banyak bisa mewakili jawaban atas kebingungan sebagian besar para ipmawan dan ipmawati yang concern dengan permasalahan perempuan dan mempunyai semangat yang sama untuk bergerak di akar rumput serta menjadi contributoratas perubahan yang terjadi dalam masyarakat local dan global”.

*) Penulis adalah Diyah Puspitarini, S.Pd. Lahir di Gunungkidul, 19 Januari 1984. Pertama kali aktif sebagai Ketua Irmawati Pimpinan Pusat Ikatan Remaja Muhammadiyah tahun 2007. Dan sekarang menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Nasyiatul Aisyiyah (NA) periode 2016-2020.

Artikel keren lainnya: