BERANDA · MENU · ARTIKEL · KAJIAN IPTEK

Pelantikan PD IPM Kota Depok


DEPOK – Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PD IPM) Kota Depok resmi dilantik. Prosesi pelantikan IPM Kota Depok dilaksanakan di Masjid At-Taqwa, Beji Timur, Depok, pada Sabtu (6/8).
Pelantikan ini merupakan pengesahan struktur kepengurusan baru IPM Depok setelah beberapa waktu lalu mengadakan Musyawarah Daerah yang berbarengan dengan Muda PD Muhammadiyah Kota Depok. Acara ini dihadiri oleh PW IPM Jawa Barat yang diwakili oleh IPMawan Zatnika, Ketua PD Muhammadiyah Kota Depok Idrus Yahya, Sekretaris PDM Depok Ali Wartadinata, Ketua PD Aisyiyah Rusmiati, dan Bendahara PDA Heni.
Dalam sambutannya, Zatnika mengapresiasi adanya bangunan dinergitas antara ortom dengan Muhammadiyah. Ia mengatakan, “ini adalah langkah yang bagus, dihadiri ayahanda dan ibunda kita di organisasi. Agar ke depan gerakannya bisa berjalan beriringan,” katanya. IPM Kota Depok senantiasa berupaya membangun sinergitas dengan ortom dan pimpinan Muhammadiyah Depok.
Idrus Yahya, Ketua PDM Kota Depok, dalam sambutannya mencoba membangun motivasi dan komitmen kader. Ia menyampaikan, “Ketika kita bangun tidur, yang harus selalu dipikirkan adalah apa yang hari ini akan saya lakukan dan berikan untuk IPM,” ujarnya.
Adapun Ketua Umum IPM Kota depok yang dilantik adalah Ipmawan Muhammadh Denis Fiqih, Sekretaris Umum Ipmawati Fadhilah A Dewanti, dan Bendahara Umum Pertiwi Dalilah Isma. (sholeh)

Artikel keren lainnya:

Kabid PIP PR IPM Mu'allimaat Peserta Student Exchange ke China

Oase di Great Wall, China 
Yogyakarta - 18 Agustus lalu, salah seorang siswi kelas XI Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta, Oase Aulia Amjad berangkat ke Beijing China. Rupanya, Ketua Bidang PIP PR IPM Madrasah Mu’allimaat tersebut menjadi salah satu peserta program pertukaran pelajar selama 1 tahun yang diselenggarakan AFS. Oase menjadi satu diantara 140 pelajar Indonesia dengan 26 negara tujuan pertukaran pelajar.

Oase berhasil lolos menjadi peserta setelah mengikuti proses seleksi yang cukup panjang dan melelahkan, terbagi dalam 3 tahap, mengalahkan 6000 lebih pendaftar dari seluruh Indonesia. Tahap seleksi daerah yang dilaksanakan 2x dan diikuti lebih dari 500 peserta. Kemudian dilanjutkan dengan tahap seleksi nasional dan seleksi berkas. Ditambah lagi dengan masa menunggu kepastian penempatan negara tujuan yang mencapai 4 bulan membuat tekanan semakin terasa besar.

Bersama teman dari beberapa negara

Setelah dari Beijing, Oase ditempatkan di Kota Harbin, Provinsi Heilongjiang. Di kota tersebut ia akan bertemu dengan keluarga baru, teman-teman baru, dan aktivitas sekolah yang baru pula. Ketika ditanya bagaimana perasaannya menjadi peserta pertukaran pelajar, Oase berujar “Saya sangat bersyukur bisa dalam posisi ini (peserta pertukaran pelajar), karena bagi saya menjadi peserta pertukaran pelajar adalah bagian yang sangat penting dalam proses pendewasaan dan berperan memperkaya pengalaman saya.”


Lanskap Kota Harbin, China

Oase menjadi satu-satunya pelajar perempuan muslim yang menjalani program pertukaran pelajar di Kota Harbin, sangat sedikit dibanding 20 peserta lain di kota tersebut. Bahkan Oase hanya 1 dari 2 pelajar perempuan muslim yang ditempatkan di China. Memang, pada masa-masa awal, Oase merasa tertekan dengan keadaan masyarakat Kota Harbin yang mayoritas atheis. Namun, setelah penyesuaian, dengan semangat tinggi Oase mengatakan, “Saya menjejakkan kaki di negara orang bukan hanya atas nama diri saya pribadi, namun juga atas nama Bangsa Indonesia, bahkan juga atas nama agama saya (Islam). Saya berharap dalam setahun kedepan saya berhasil menjadi duta yang baik bagi negara, agama, dan kemanusiaan. Sehingga seselesainya saya hidup di China, saya mampu menyerap apa yang baik dan memberikan pengaruh yang sangat baik bagi siapapun di sekitar saya.” (nab)

Artikel keren lainnya:

Audiensi PP IPM dengan PP Muhammadiyah


Yogyakarta - Pada Jumat lalu (26/8) PP IPM berkesempatan melaksanakan audiensi dengan PP Muhammadiyah. Delegasi PP IPM terdiri dari Ketum M. Khoirul Huda, Sekjend Azaki Khoirudin, dan Ketua Panitia Muktamar XX M. Sodikin. Sementara itu, PP Muhammadiyah diwakilkan oleh Ahmad Dahlan Rais (Ketua), Agung Danarto (Sekretaris), dan Noordjannah Djohantini (Ketua). Pembahasan didominasi oleh perencanaan Mukatamar yang akan diselenggarakan pada 12 – 16 November di Samarinda, Kalimantan Timur.

PP IPM menyampaikan perencanaan Muktamar dengan Kalimantan Timur sebagai tuan rumah perhelatan. Terutama tentang kesiapan dari sisi fasilitas dan transportasi peserta Muktamar. M. Sodikin, Ketua Panitia Muktamar XX menyatakan, “Setelah dilaksanakan survei ke Samarinda, Muktamar XX IPM sangat didukung oleh Pemerintah Daerah, terutama dalam hal transportasi dari Balikpapan ke Samarinda dan lokasi pelaksanaan agenda-agenda inti dalam Muktamar XX IPM.”

Penyelenggaraan yang jauh dari Kantor Pusat IPM (Jakarta dan Yogyakarta) tentunya menjadi salah satu perhatian PP Muhammadiyah. Selain itu, jarak Balikpapan menuju Samarinda yang tergolong jauh membuat mobilisasi peserta dan penggembira harus dilakukan dengan sangat cermat, karena peserta dan penggembira secara jumlah pasti akan menyentuh angka ribuan. Namun, nada optimisme muncul dari Ketua PP Muhammadiyah Ahmad Dahlan Rais, “Penyelenggaraan Muktamar XX di Samarinda memang tidak mudah, namun justru anak-anak muda seperti IPM yang semangatnya sangat tinggi lebih dari mampu untuk melaksanakan perhelatan besar tersebut.”


Sekretaris PP Muhammadiyah Agung Danarto menambahkan, “Kesuksesan penyelenggaraan Muktamar indikatornya adalah 2S, Sukses Sidang dan Sukses Syiar. Sehingga, selain pelaksanaan agenda inti Muktamar yang lancar tanpa hambatan berarti juga diharuskan adanya publikasi yang gencar oleh PP IPM.” Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah Noordjannah Djohantini memberikan masukan bahwa hendaknya disamping agenda inti juga ada agenda-agenda pelengkap yang bermanfaat bagi tuan rumah secara umum, dan secara khusus bagi pelajar di Kalimantan Timur serta kader IPM seluruh Indonesia. (nab)

Artikel keren lainnya:

Pentas Seni, Budaya, dan Olahraga PW IPM Kaltim



Pentas Seni, Budaya dan Olahraga dilaksanakan oleh Bidang ASBO ( Apresiasi Seni Budaya dan Olahraga) PW IPM Kaltim bekerjasama dengan ADW Bersaudara 23-24 Agustus 2016. Kegiatan tersebut merupakan rangkaian acara Pra Muktamar IPM ke-20 sekaligus memperingati HUT RI ke 71.

Lomba yang dihelat dalam kesempatan ini adalah Lomba Tari Tradisoional Tingkat Pelajar se-Kalimantan Timur, juara pada lomba tersebut memberikan penampilan pada pembukaan Muktamar IPM ke-20. Selanjutknya akan dilangsungkan Pertandingan Futsal Tingkat SMA-sederajat tingkat Provinsi Kalimantan Timur pada 1-3 Sepetember 2016. 


Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk syiar IPM dalam menyambut Muktamar XX Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) yang akan dilaksanakan di Convention Hall Samarinda pada 10-18 November 2016, Muktamar akan dihadiri oleh lebih dari 2000 kader-kader terbaik IPM dari seluruh Indonesia.

Artikel keren lainnya:

Full Day School?


Diskusi tentang Full Day School sampai saat ini masih marak, baik melalui forum ilmiah, group WhatsApp, bahkan sampai warung angkringan sekalipun. Diskusi ini dipicu oleh pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Prof Muhajir Effendi, menanggapi maraknya anak – anak pulang sekolah yang terpengaruh lingkungan negatif, seperti tawuran, narkoba, pergaulan bebas dan lain – lain. Pak manteri prihatin dengan kondisi tersebut dan kemudian dikaitkan dengan nawacita nya Presiden tentang pembentukan karakter pelajar, muncullah ide Full Day School (FDS), pelajar di sekolah sampai sore dipantau dan dibimbing dalam pembentukan karakternya, melalui berbagai macam kegiatan yang mengasyikan dan mengembirakan. Lalu dimana kontraversinya ide pak Menteri tersebut ? adakah letak kesalahan ide FDS yang di lontarkan pak menteri ? sehingga jagat raya sosial media begitu heboh nya.

Kontraversi FDS
Pelaksanaan Pendidikan sejatinya tidak dapat dipisahkan dari kondisi masyarakat di sekitarnya. Pendidikan harus juga menjawab kebutuhan masyarakat yang ada disekitar pelaksanaan pendidikan, sehingga metode, cara, pola corak atau apapun sebutannya bisa jadi berbeda antara daerah satu dengan daerah yang lain, bahkan satu daerahpun bisa sangat berbeda corak pelaksanaan pendidikan. Ketika akan ada penyeragaman corak pendidikan pada saat itulah akan terjadi kontraversi.

Apa yang di ungkapkan Prof Muhajir Effendi tentang FDS dalam alam bawah sadar dan pemahaman masyarakat akan menjadi kebijakan nasional yang mewajibkan semua sekolah melaksanakan FDS, dan menggunakan pemahaman itulah masyarakat berreaksi atas ide pak Menteri, dan mungkin bagi sebagian aktor politik dan orang – orang yang punya kepentingan (karena menteri adalah jabatan politik), pemahaman masyarakat tersebut dimanfaatkan untuk menyerang prof Muhajir.

Disisi lain pemahaman masyarakat tentang FDS adalah memperpanjang jam pelajaran, masyarakat membayangkan putra dan putrinya akan berada di dalam kelas sampai jam 16.00 sore dari hari senin sampai sabtu, tentu kasihan anak – anak, kelelahan, bosan, apalagi jika fasilitas sekolah tidak mendukung, tentu orang tua tidak rela anaknya begitu, pemahaman FDS yang jauh berbeda apa yang diungkapkan Prof Muhajir.

Konsep FDS
FDS adalah salah satu metode dalam melaksanakan pendidikan, karena ini metode tentu menjadi pilihan dalam pelaksanaannya, yang bisa jadi tepat tetapi bisa jadi tidak tepat untuk daerah dan tempat yang lainnya. Sungguh naif jika kita berasumsi bahwa FDS akan dilaksanakan di semua sekolah, jangankan FDS, kurikulum 2013 saja yang lebih fundamental untuk diterapkan tidak semua sekolah menerapkannya, mungkin hanya di Indonesia sekolah menerapkan dua kurikulum yaitu kurikulum 2006 dan kurikulum 2013.

Pertanyaan sederhananya kapan FDS tepat untuk dilaksankan ? Sebagai sebuah metode pelaksanaan FDS minimal mensyaratkan : pertama FDS harus menjawab kebutuhan masyarakat disekitar pelaksanaan pendidikan atau pengguna jasa pendidikan, jika masyarakat tidak membutuhkan dilaksankannya FDS karena bisa mendidik anak selepas sekolah, atau anak – anak disekitar sekolah tersebut ada kegiatan TPA atau kegiatan yang lain, maka FDS tidak perlu dilaksanakan. Tetapi sebaliknya jika anak – anak selepas sekolah tidak terkontrol pergaulannya, bahkan kadang pulang sore karena bermain, nongkrong sambil merokok, kadang terlibat tawuran, dan orang tua tidak sanggup mendidiknya maka FDS menjadi alternatif untuk dilaksanakan. Sekarang pengambil kebijakan (pemerintah/kementrian pendidikan/dinas pendidikan) bersama sekolah, komite sekolah dan orang tua menganalisa bersama apakah FDS menjawab kebutuhan dan persoalan orang tua siswa. KeduaKondisi sekolah dan fasilitas, penerapan FDS tentu harus mempertimbangkan kondisi dan fasilitas sekolah, kenyamanan anak – anak ketika berada di sekolah tentu harus menjadi perhatian khusus, kesiapan guru dan berbagai perangkat sekolah, kegiatan yang akan dilaksanakan dan berbagai kesiapan lainnya, pendek kata analisis kesiapan secara fisik untuk penerapan FDS tentu harus cermat.

FDS yang di wacanakan Prof Muhajir sesungguhnya bukan hal baru, FDS sudah dilaksanakan oleh lembaga – lembaga pendidikan terutama lembaga pendidikan swasta, dan biasanya lembaga pendidikan yang melaksanakan metode FDS termasuk lembaga pendidikan yang mahal, hanya masyarakat yang berlebihan uang saja yang dapat menyekolahkan putra – putrinya di sekolah yang menerapkan FDS. Gagasan Prof Muhajir sesungguhnya mengindikasikan keperdulian pemerintah agar FDS yang mahal tersebut dapat juga dinikmati oleh masyarakat yang tidak punya kelebihan uang. Andaikan FDS diterapkan di sekolah negeri tentu pemerintah harus mendanai sekolah tersebut agar dapat melaksanakan FDS, dan masyarakat yang tidak mampu pun dapat menikmati sekolah yang menerapkan FDS, dan tentu tidak semua sekolah akan menerapkan FDS. Masyarakat dapat memilih pendidikan yang terbaik buat putra – putrinya mau sistem Full day School atau half day school.

Catatan akhir saya sesungguhnya ada PR besar dibalik ide Full Day School nya Prof Muhajir yang luput dari diskusi publik yaitu keprihatinan Prof muhajir tentang lingkungan negatif anak – anak pulang sekolah, sebagaimana ungkapan Prof Dr Komarudin Hidayat " Gagasan full day school (FDS) yang dilontarkan Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy telah mengundang tanggapan pro-kontra.Padahal, yang mestinya ditangkap terlebih dahulu itu keprihatinan Menteri terhadap nasib siswa yang lingkungan sosialnya tidak sehat selepas pulang sekolah. Orang tua berangkat kerja pagi, pulang ke rumah malam hari. Lalu anakanak menghabiskan waktunya di tempat dan lingkungan sosial yang dibayangi peredaran narkoba, pornografi dan perkelahian. Itulah inti permasalahannya yang mesti kita turut prihatin". Semoga kita tidak hanya berhenti berdebat di FDS saja tanpa memikirkan masa depan anak – anak kita. Walahu’alam Bishowab

Arif Jamali Muis (Guru SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta dan Wakil Ketua PWM DIY).

Artikel keren lainnya:

KONPICAB IPM Bantul 2016


Bantul - Sobat IPM, pada tanggal 20 Agustus 2016 PD IPM Bantul melaksanakan KONPICAB ke XXI yang bertempat di SMK Muhammadiyah 2 Bantul. "Dalam KONPICAB (Konferensi Pimpinan Cabang) dibahas laporan pertanggungjawaban kinerja PD IPM Bantul selama setengah periode yang telah dilalui. Setelah laporan disampaikan, akan dilakukan evaluasi bersama sebagai perbaikan untuk periode selanjutnya. Selain itu, pada KONPICAB kali ini juga akan membahas tentang rancangan tatatertib pemilihan FORMATUR, kriteria calon ketua umum dan pimpinan untuk periode MUSDA XXII, peta perkondisian masalah, arah kebijakan  umum dan program bidang, agenda aksi serta rekomendasi.” Jelas Agus Juniyanto selaku Ketua Umum PD IPM Bantul.

KONPICAB pada kali ini mengangkat tema "Revitalisasi Pimpinan Untuk Mewujudkan IPM Bantul Berkemajuan". “Tema ini diangkat karena kurang optimalnya peran pimpinan di daerah, cabang dan ranting dalam melaksanakan. Sehingga perlu adanya revitalisasi pimpinan mulai dari peran, personalia dan perkaderan”, tutur Leny Refiani selaku tim materi. 

Dalam seminar Pra-KONPICAB yang diisi oleh Ipmawan Teguh Anshori (PP IPM) menjelaskan tiga poin penting yang harus dilakukan Revitalisasi. Pertama, revitalisasi cara berfikir pimpinan. Kedua, revitalisasi prinsip kepemimpinan. Ketiga, revitalisasi model atau gaya kepemimpinan. Pasca dilaksanakan KONPICAB, tentunya banyak hal yang diharapkan. “Semoga dengan momen ini dakwah pelajar di Bantul lebih baik lagi dan pimpinannya lebih solid” tutur Imam Al-Fathiri selaku Ketua Panitia KONPICAB.

Artikel keren lainnya:

Pelantikan PD IPM Tangerang Selatan


Tangerang Selatan - Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kota Tangerang Selatan resmi dilantik Sabtu (20/8) di Aula Rektorat Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Dalam kesempatan itu, Ketua Umum Alvin Esa Priatna menyatakan bahwa pimpinannya akan siap untuk berjihad literasi. Alvin berkata bahwa ia dan jajarannya akan memfokuskan diri pada pengembangan sumber daya kader, khususnya terkait literasi. “Kami siap melaksanakan jihad literasi,” tegas Ketua Umum PD IPM Tangsel yang ke-3 tersebut.

Terkait alasannya, Alvin berkata bahwa konsep literasi ini merupakan salah satu tugas yang diwariskan periode sebelumnya dan setelah dikaji lebih lanjut tidak memerlukan perubahan sedikitpun. “Konsep literasi tidak perlu dirubah, karena memang dibutuhkan oleh pelajar se-Tangerang Selatan,” ujar Alvin.

Sedikit menyinggung agenda sebelumnya, Alvin menyatakan bahwa rumusan yang dirundingkan pada agenda Konferensi Pimpinan silam akan dijadikan dasar dari perumusan program kerja. “Notulensi Konferpim akan kami jadikan dasar program kerja PD IPM Tangerang Selatan,” ungkap Alvin pada Peserta Pelantikan dan Stadium General.

Selain itu, Ketua Umum PP IPM, M. Khoirul Huda, menyampaikan pesan agar PD IPM Tangsel turut berpartisipasi dalam pengembangan potensi pendidikan di Indonesia. “IPM itu harus ikut serta dalam mewujudkan pendidikan karakter dan vokasi di kalangan pelajar,” kata Huda.

Ketua PW IPM Banten, Saeful Bahri atau yang akrab disapa Kang Sonhu Sun ikut memberikan nasihat agar pelajar Tangerang Selatan terus menjaga semangat dan dapat menularkan kepada Pimpinan Darah lain di Banten. “Saya mengapresasi betul apa yang sudah dilakukan dan semoga bisa ditularkan kepada Pimpinan lain,” ujar Saeful.

Artikel keren lainnya:

Donasi Musibah Kebakaran Ponpes Istiqomah


Ayo donasi!

PP IPM membuka donasi untuk musibah kebakaran Pondok Pesantren Istiqomah Muhammadiyah Samarinda yang memberikan kerugian hingga Rp 2,5M. Siapapun yang ingin mendonasikan sebagian rezekinya bisa menuju link berikut ini :

link : Donasi Kebakaran

Caranya mudah sekali, berikut contohnya :
1. Buka link di atas dan pilih menu "Donasi Sekarang"


2. Masukkan Nominal Donasi dan komentar jika diperlukan, kemudian klik "Lanjut"

 3. Pilih metode pembayaran dan input kontak yang aktif

4. Kemudian akan muncul panduan transfer dari kitabisa.com

5. Uang yang ditransfer masuk ke rekening kitabisa.com kemudian setelah penggalangan dana selesai akan dialihkan ke rekening PP IPM

Begitulah kira-kira panduan donasi untuk musibah kebakaran Ponpes Istiqomah Muhammadiyah Samarinda. Sangat dianjurkan kepada kader untuk dapat mengkoordinir donasi di tingkatannya masing-masing. Donasi dibuka hingga 26 Agustus 2016. Ayo tunjukkan kepedulian kita! :)

Salam Inspiratif,
PP IPM

Artikel keren lainnya:

M Sodikin : Full Day School adalah Jalan Tengah


ipm.or.id - Ide tentang Full Day School tidak habis-habisnya dibahas baik dikalangan para pemangku kebijakan maupun masyarakat. Hal ini yang menjadi salah satu latar belakang Pemerintah Provinsi Kalimantan timur menggelar diskusi publik tentang pendidikan.

Kegiatan yang dilaksanakan diruang Ruhui Rahayu Perkantoran Gubernur Kaltim ini dihadiri sekitar empat ratus orang yang terdiri dari berbagai latar belakang dan usia, mulai dari guru, siswa SMP dan SMA, orang tua murid, aktivis pelajar, mahasiswa dan jurnalis.

Pro dan kontra pasti hadir dalam forum itu, banyak juga dari para peserta yang sebenarnya setuju dengan catatan, dan ada juga yang menolak dengan alasan waktu bersama anak jadi berkurang, dan konsekuensi biaya pendidikan yang pasti semakin mahal.

Dalam kesempatan tersebut hadir juga M. Sodikin (Sekretaris PP IPM) sebagai salah satu peserta. Dia berpendapat bahwa jika Full Day School dituangkan dalam bentuk kebijakan, pemerintah pasti akan mempertimbangkan aspek geografis, disparitas sosial dan kebiasaan masyarakat.

Dalam kesempatan tersebut M. Sodikin juga mengungkapkan bahwa Full Day School adalah jalan tengah. “Bagi kami, dalam hal ini IPM, Full Day School adalah jalan tengah dimana meminimalisir ruang kosong antara jam pulang sekolah anak dan pulang kerja orang tua”, katanya.

“Orang tua masih punya waktu panjang untuk bersama anak karena hari sabtu dan minggu libur, tetapi orang tua tidak perlu khawatir ketika sibuk seharian bekerja” imbuhnya. Pada prinsipnya mau sekolah itu full day, full time atau part time bagi kami pelajar tidak masalah selama sekolah tetap menjadi taman bagi siswa. Itu salah satu impian Ki Hajar dewantara kanapa menamai lembaga pendidikan dengan Taman Siswa”, tegasnya

Jika Pondok Pesantren dengan konsep asrama, maka sangat sedikit kesempatan orang tua untuk bersama anak. Begitu juga jika sekolah seperti umumnya yang dipulangkan jam 12 atau jam 13 siang maka banyak waktu luang dan ruang kosong bagi anak untuk melakukan hal-hal yang kurang bermanfaat terutama yang kedua orangtuanya adalah pekerja. 

Diskusi yang disiarkan langsung oleh RRI Samarinda tersebut hadir juga perwakilan dari Dewan Pendidikan Kalimantan Timur, PGRI, dan Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak yang mengikuti diskusi dari awal hingga selesai.

Artikel keren lainnya:

Rilis Pertemuan KPAI dengan Mendikbud

Sumber : KPAI

Jumat, 12 Agustus 2016 pukul 9.15 sd 11.00

KPAI: Untuk Pendidikan Karakter, Di samping perbaikan sistem sekolah, juga perlu penguatan  keluarga

1. Pertemuan dimulai dengan pembukaan oleh sekjen Kemdikbud Dr. Didik Suhardi, dilanjutkan penjelasan Mendikbud Prof. Dr. Muhajir Effendi khusus tentang wacana fullday school. Mendikbud didampingi Sekjen, Dirjen Kebudayaan, Dirjen Dikdasmen, Dirjen PAUD dan Dikmas.

2. Mendikbud mengawali pertemuan dengan penjelasan wacana tentang fullday school yang dikaitkan dengan pengutan pembangunan budi pekerti dan karakter. KPAI menyampaikan pandangannya terkait isu-isu prioroitas, keberagaman kondisi, kesiapan infrastruktur dan kasus-kasus pendidikan yang harus diantisipasi. Mendikbud menyampaikan konsepnya sudah ada tapi masih mentah. Mendikbud meminta masukan KPAI. KPAI siap dan jika diperkenankan akan lakukan telaahan terhadap konsepnya. Mendikbud menjanjikan dua hingga tiga hari lagi.

3. Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh yg hadir dengan 7 anggota KPAI lainnya menyampaikan 3 hal; (i) strategi nasional pencegahan dan penanganan kasus kekerasan di lingkungan pendidikan (ii) klarifikasi dan analisis tentang wacana fullday school (iii) klarifkasi atas pernyataan yang memberikan toleransi terhadap sanksi fisik. Klarifikasi terhadap wacana fullday school sudah diberikan, dilanjutkan diskusi pendalaman.

5. KPAI menyampaikan pentingnya penguatan perspektif perlindungan anak dalam penyusunan kebijakan nasional pendidikan. Diawali pmhaman peta masalah pendidikan dan ikhtiar solusinya. KPAI sampaikan data kasus pelanggaran 2011 - 2015, di mana pada tahun 2015 kecenderungan menurun di banding tahun-tahun sebelumnya kecuali kasus kekeraaan di sekolah. KPAI sampaika juga pada Presiden. dan pada 20 Januari 2016 rapat terbatas menyepakati perlunya Perpres tentang Pencegahan dan Penanganan Kasus Kekerasan di Satuan Pendidikan. Mendikbud berkomitmen untuk segera menyiapkan draft nya. Tim segera dibentuk, dengan salah satunya diminta KPAI terlibat. Di samping itu juga penting mewujudkan lingkungan sekolah ramah anak, lingkungan yang kondusif bagi aktualisasi potensi kecerdasan berganda yang dimiliki anak. Mendikbud menyepakati, dan bahkan "sekolah ramah anak akan jadi branding", tegas beliau. KPAI akan menerbitkan Panduan sekolah/madrasah ramah anak yg bisa jadi acuan dan referensi.

5. KPAI juga menyampaikan pentingnya penguatan pendidikan keluarga. UU Sisdiknas mengamanahkan pendidikan pada tiga sektor; formal, nonformal dan informal. Untuk itu, keinginan pembangunn karakter harus ditopang dg penguatan tiga aspek ini. Pendidikan di level keluarga juga menduduki kedudukan yang sangat penting, bukan sekedar di sekolah. apalagi hanya mengandalkan dan bertumpu pada sekol ah semata. di sinilah  pentingnya pembangunan ketahanan keluarga. Mendikbud menyepakati hal ini.

6. KPAI jg mengklarifikasi soal pernyataan Mendikbud yang mengesankan adanya toleransi terhadap sanksi fisik dalam pendidikan. KPAI menegaskan pendidikan adalah proses untuk membuat orang beradab dan berbudaya, sementara kekerasan cermin kebiadaban dalam menyelesaikan masalah. untuk itu tidak ada ruang kekerasan dalam pendidikan.

Sumber : Ritna Pranawati (Komisioner KPAI)

Artikel keren lainnya:

Kebakaran Pondok Pesantren Istiqomah Muhammadiyah Samarinda


Terjadi kebakaran yang menghabiskan satu bangunan gedung asrama putri Pondok Pesantren Muhammadiyah Istiqomah kota Samarinda. Kebakaran terjadi sekitar pukul 11.00 WITA saat para santri sedang belajar di kelas. 

Berdasarkan keterangan yang didapat dari Kepala Pontrenmu Samarinda Jaswadi, tim pemadam baru mencapai lokasi kebakaran lebih dari setengah jam saat kejadian. "Begitu saya melihat api, langsung saya ambil mic dan menyuruh semua murid turun dan keluar karena bangunan yang berdekatan dengan kelas", beliau menceritakan. 

Banyak barang barang yang tidak bisa diselamatkan termasuk beberapa jnit mesin jahit yang baru saja didatangkan untuk latihan para santri. Selain mesin jahit baru juga terdapat beberapa lemari pakaian dan perabot yang baru saja dilakukan peremajaan. 

Gedung 2 lantai tersebut berpenghuni 80 santri putri dan dua keluarga ustadz beserta ustadzah dan tiga orang ustadz pendamping yang belum berkeluarga. Adapun gedung masing-masing terdiri dari 2 ruang tempat tinggal ustadz, ruang koperasi dan kamar santri. Lokal tersebut dibagi menjadi beberapa kamar dengan penghuni masing-masing kamar sebanyak enam orang. 

Belum dapat disimpulkan penyebab kebakaran, sementara diduga adanya hubungan arus pendek karena bangunan dan instalasi listrik yang sudah tua.  "Sementara sampai dengan hari minggu para santri dipulangkan terlebih dahulu", Jaswadi menjelaskan. "Setelah itu kita siapkan tempat tinggal sementara", tegasnya. Kerugian pascakebakaran ditaksir mencapai Rp 2,5 Milyar. (sod)

Artikel keren lainnya:

Reformasi Pendidikan Dan Kebijakan Full Day School

ipm.or.id - Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani yakni pedagogi, merujuk pada aktivitas sekelompok orang yang tugasnya menemani para pembelajar muda dalam bidang atletik, sastra, musik, dan etika. Hanya saja, istilah pendidikan pada dasarnya memiliki perluasan maknanya sendiri. Di Indonesia, sedikitnya ada tiga pandangan paradigma besar yang mewakili ekspektasi mengenai arah pendidikan nasional. Pertama, adalah kelompok Murdochian yakni mereka yang percaya bahwa pendidikan harus mengindahkan hukum intrinsik pengajaran, dan sepenuhnya memberlakukan seleksi melalui mekanisme “kesamaan kesempatan” (equality of opportunity).

Kelompok Murdochian pada umumnya menolak penerapan sekolah komprehensif yang memberlakukan siswa-siswa ke dalam model anti-seleksi (equality). Menurut kelompok Murdochian, sistem pendidikan pada dasarnya harus dijalankan melalui mekanisme “kesamaan kesempatan” sehingga siswa diberi kesempatan untuk memilih daripada sekedar diperlakukan sama sebagaimana dalam sekolah komprehensif yang menggabungkan antara anak dengan minat atau bakat musik belajar setara dengan anak atletik renang.

Kedua, adalah kelompok Jacototian-Freirean, yakni mereka yang percaya bahwa pendidikan pada dasarnya merupakan proses mengemansipasi manusia. Kelompok Jacototian bertumpu pada premis bahwa siswa pada dasarnya memiliki kemampuan untuk memahami sesuatu tanpa bantuan guru. Kelompok pendidik ala Jacotitan menolak prinsip “penjelasan” (la vivre) dalam proses belajar-mengajar. Bagi mereka, siswa merupakan subjek yang memiliki kemampuan belajar alamiah-universal yang tak selalu harus dibimbing oleh berbagai materi. Kelompok Jacototian pada dasarnya berkembang cukup pesat di Indonesia, melalui inisiasi-inisiasi kelompok belajar non-formal atau pun informal. Dinamika gerakan sosial juga memberi karakteristik tertentu bagi pengembangan-pengembangan pemikiran pendidikan kelompok ini.

Pada praktiknya terdapat sejumlah pendidik progresif semacam Ahmad Dahlan di awal abad 20, yang juga mempraktikkan model pendidikan modern dengan nasionalisme awal sebagai contoh pendidikan emansipatif.

Model inisiasi gerakan pendidikan ini merupakan sebuah fase khas dalam perjalanan pemikiran dunia pendidikan di Indonesia yang sebelumnya telah banyak berkelindan akibat epengaruh kontak-kontak globalisasi klasik. Maka salah-satu jalan yang meskipun problematis dan penuh bias, pada akhirnya adalah dengan memberi kategori bebas bagi kehadiran jenis kelompok ketiga. Dengan beberapa alasan teoritis dan praktis, kelompok ketiga merupakan perpaduan dari transisi antara praktik mengajar yang dijalankan dengan pemahaman bahwa pengajaran terjadi dalam mekanisme “alamiah-universal” sekaligus pengajaran sebagai sarana memupuk nasionalisme anti-kolonial.

Reformasi Pendidikan
Kajian mengenai sistem pendidikan di Indonesia selalu menjadi perbincangan yang hangat, meskipun apa yang dibahas sebenarnya tidak akan bergerak jauh untuk beberapa saat. Di Indonesia ada kecenderungan bahwa kebijakan pendidikan nasional mau tidak mau banyak dipengaruhi kultur ekonomi-politik yang tengah berjalan. Tidak dapat disangkal bahwa pangkal utama reformasi pendidikan bergantung pada konstelasi yang berubah atau tidak dari kultur ekonomi-politik. 


Perubahan-perubahan sosial sedikit banyak berhubungan dengan kenyataan bahwa basis kesejahteraan telah menjadi tantangan bagi pemerataan kesempatan pendidikan. Reformasi dunia pendidikan pada dasarnya sederhana secara praktis; aksi pemberantasan buta huruf, subsidi perpustakaan, laboratorium untuk riset-riset ilmiah, dan pembangunan sarana kebudayaan.

Kebijakan pendidikan yang sejak awal tidak ditujukan sebagai upaya penemuan identitas akan menjadi masalah. Ilustrasinya sudah terbukti dari perubahan-perubahan arah pendidikan di berbagai belahan dunia pada pertengahan abad 20. Nalar disipliner, yang kemudian diikuti oleh formasi intelektual dalam profesionalisme, yang menyebabkan terhambatnya interaksi atau kolaborasi pengembangan isu-isu penting turut menjadi penyebab mengapa solusi-solusi kebijakan pendidikan kita teramat praktis hingga tak nyaris tak kontemplatif. Akhirnya publik menjadi begitu kuat dalam memperdebatkan persoalan tersebut tanpa mau berpikir bahwa dirinya turut melanggengkan durasi problematika pendidikan.

Misalnya dengan mengamini CSR (Corporate Social Responsibility) dari korporasi yang merusak lingkungan dan mengancam eksistensi kultur adat menjadi donatur program-program pendidikan “alternatif”. Contoh lainnya adalah dengan keengganan mempelajari secara memadai inisiasi-inisiasi sederhana komunitas yang bergerak dalam dunia pendidikan.

Jadi bagaimana caranya sebuah reformasi pendidikan dapat didorong?. Pertama adalah dengan memberi posisi praktis akan dependennya sistem pendidikan nasional atas kebutuhan industri yang sebenarnya tumbuh dalam suasana penuh hegemoni dan spekulatif.

Dalam hal ini, kita tidak bisa lagi mendekatkan jarak orientasi pendidikan pada kebutuhan industri yang pada suatu saat dapat mengubah iklimnya sendiri. Kedua, negara harus mampu memberi proteksi bagi perkembangan sekolah swasta (non-government school) yang sebenarnya memiliki daya-jangkau luas, sekaligus karena berpotensi mengelola pendidikan berbasis komunitas. Jalan kedua ini, merupakan sesuatu yang mungkin dilakukan karena kesadaran berkomunitas di Indonesia beberapa tahun belakangan menguat dan semakin kreatif. Proteksi negara dilakukan dalam rangka memberi jaminan atas keberlangsungan pendidikan yang harus menjawab kebutuhan industri. Ini adalah sebuah upaya mengapresiasi keragaman konsep-konsep pendidikan yang tumbuh subur dalam sosiologi masyarakat Indonesia.

Ketiga, reformasi pendidikan sebenarnya dapat dijalankan dengan memperhatikan kembali makna sinkronisasi antara kebijakan sistem pendidikan dengan berbagai kebijakan-kebijakan lain yang harusnya dilandasi oleh semangat besar memperbaiki arah pendidikan. Meskipun kita mencoba menghindari sudut pandang yang melihat bahwa kebijakan pendidikan akan memainkan peran dominan dalam masa depan, secara umum tidak semua orang juga siap untuk benar-benar lepas dari konteks ini. Maka sangat penting untuk memperhatikan kontak komunikatif antara berbagai dimensi yang selama ini kepalang tanggung dipahami relasinya misalnya antara negara dan masyarakat.

Peran dominan negara lebih disebabkan karena posisinya tak banyak berubah sebagai penentu kondisi politik bagi arah pendidikan sekaligus pembantu investasi pembangunan infrastruktur pendidikan.

Reformasi pendidikan harus sadar betul bahwa konteks ini tak banyak bergerak sejak terjadinya masa transisi demokrasi Indonesia pada tahun 1998. Di sisi lain, secara umum ada ketergantungan pada pola penerimaan pemasukan negara melalui pinjaman dan bantuan internasional, atau investasi bidang migas. Posisi non-negara (civil society) bagi reformasi pendidikan selama ini dijalankan melalui pemanfaatan partisipasi politik parlemen untuk mengajukan draft. Intinya semacam komunikasi demokratis. Kendati demikian, di luar itu, sangat memungkinkan bagi non-negara untuk membangun inisiasi sembari memikirkan jalan keluar bagi dependennya posisi non-negara melalui relasi politiknya dengan negara. Setidaknya kita masih mungkin mencoba sembari berharap peruntungan bagus bagi reformasi pendidikan.

Kebijakan Full Day School
Kebijakan Full Day School yang akhir-akhir ini menjadi ramai dibicarakan justru membuat riak bertambah besar, dan kita secara substantif kehilangan cermin yang baik pada air yang tenang. Alasannya paling tidak karena tiga hal utama. Pertama, kebijakan Full Day School melibatkan diskursus dalam dua dimensi yang seringkali (seharusnya) berhubungan tapi nampak tak berkaitan yakni antara pandangan paradigma pendidikan dan arah reformasi pendidikan. Dalam dua konteks ini, kita tengah terjebak pada pencampuradukkan yang dilematis. Kebijakan Full Day School¸ jelas-jelas merupakan sebuah sekuensi panjang dari pandangan yang secara hegemonik begitu dominan dalam paradigma pendidikan, jadi memiliki posisi yang begitu teknis.


Kedua, kekecewaan politik telah menjadi motivasi instrinsik yang dicampuraduak dengan dalih-dalih teoritis dan sangkaan yang ambigu sekaligus naif. Apalagi sampai dianggap sebagai “bias kultur masyarakat urban” yang sebenarnya secara naif menganggap batas-batas urban-sub-urban secara ril tengah terjadi lebih dari satu abad setelah ditemukannya mesin uap dan kapitalisme-cetak. Apalagi jika memberi kaitan antara kebijakan Full Day School  dengan pembentukan paham “radikal” yang menjadi lawan dari program “bela negara”. Keambiguan semacam ini telah mengaburkan pangkal persoalan utama. 

Ketiga, mengkritik kebijakan Full Day School tidak identik dengan upaya yang serius atas reformasi pendidikan. Tujuan reformasi pendidikan pada dasarnya adalah membebaskan narasi-narasi kekerasan direproduksi dalam institusi pendidikan, sekaligus dalam rangka mengapresiasi keberagaman mode belajar alamiah karakter manusia Indonesia.


Secara teknis, model apa saja dapat dilakukan dengan beberapa pertimbangan yang memadai. Kendati demikian, arahnya tetap saja harus di mulai dengan mengagendakan reformasi pendidikan. Mengkritik kebijakan Full Day School sembari menyusupkan basis suprastruktur yang keliru justru membawa hambatan-hambatan baru bagi jalan reformasi pendidikan. Dengan membasiskan pada pembentukan kesadaran akan keadilan dan emasipasi, kritik atas kebijakan Full Day School akan menjadi lebih bermakna. 

Terutama, jika mengingat bahwa diskursus soal pendidikan ini akan berkaitan langsung dengan masa depan manusia dan secara tak langsung menjadi apa yang disebut sebagai kondisi “terberi” bagi kehidupan awal manusia.

*) Penulis adalah Fauzan Anwar Sandiah, Anggota PP IPM Bidang Pengkajian Ilmu Pengetahuan

Artikel keren lainnya:

PP IPM Audiensi dengan Gubernur Kaltim

ipm.or.id - Dalam rangka menyukseskan agenda Muktamar XX Ikatan Pelajar Muhammadiyah di Samarinda, Kalimantan Timur, Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PW IPM) Kalimantan Timur beserta Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) pada kesempatan ini melakukan pertemuan dengan Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak

PP IPM diwakili oleh Ketua Panitia Muktamar XX, M. Shodikin beserta Bendahara Panitia, Mustiawan. Selain itu juga didampingi oleh Ayahanda Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalimantan Timur, M. Aziz (Ketua Majelis Pendidikan Kader). Agenda yang dilaksanakan adalah silaturahim sekaligus audiensi mengenai agenda Muktamar XX IPM yang akan diselenggarakan di Samarinda 12-16 November 2016.

Dalam pertemuan itu, PW IPM Kaltim beserta pihak terkait memohon izin kepada Gubernur terkait lokasi penyelenggaraan arena Muktamar XX IPM dan perihal lainnya terkait sukses penyelenggaraan Muktamar XX IPM. Dari hasil pertemuan tersebut, Gubernur Kaltim sangat senang dan menyambut dengan gembira atas rencana diselenggarakannya event terbesar Pelajar Muhammadiyah ini.

Artikel keren lainnya:

#Fortasi2016 Membangun Karakter Pelajar Kota Yogyakarta

ipm.or.id - FORTASI (Forum Ta’aruf dan Orientasi Siswa) Tahun 2016 PD IPM Kota Yogyakarta telah ditutup Ahad (9/8) lalu. Sangat banyak pengalaman yang dapat dipetik dari FORTASI 2016. Utamanya, di FORTASI 2016, PD IPM Kota Yogyakarta menggencarkan monitoring ke sekolah-sekolah menengah Muhammadiyah di Kota Yogyakarta ketika pelaksanaan FORTASI.

FORTASI 2016 memang begitu luar biasa, dengan mengusung tema “Bersatu dalam Aksi, Bersatu untuk Mengabdi”, FORTASI 2016 beritikad untuk mempersatukan seluruh ranting sekolah menengan Muhammadiyah di Kota Yogyakarta agar pelajar yang menjadi basis massa IPM menjadi pelajar yang dapat berkontribusi dan mengabdi pada persyarikatan, masyarakat, dan bangsa kedepannya.

Di sisi lain, FORTASI 2016 juga menghadapi tantangan yang cukup berat dan pelik, yaitu keluarnya Permendikbud tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS). PLS secara umum tidak memperbolehkan pelajar berperan secara langsung pada masa orientasi bagi siswa baru, kontan saja hal tersebut membuat PD IPM Kota Yogyakarta ketar-ketir. Karena inti dari FORTASI adalah siswa, siswa yang menggerakkan, siswa yang memposisikan kreativitasnya.

Pada akhirnya, dengan beberapa penyesuaian dan perjuangan, FORTASI 2016 berhasil membuktikan bahwa FORTASI tidaklah seburuk citra MOS, malah cenderung lebih baik dibandingkan PLS. Karena FORTASI memang dirumuskan untuk membuat akhlak pelajar yang menjadi siswa baru dapat terkondisikan dengan tetap melibatkan pelajar dalam kepanitiaan. Pun perploncoan yang dikhawatirkan terjadi sama sekali tidak terjadi. Justru kreativitas luar biasa yang muncul seusai pelaksanaan FORTASI 2016.

FORTASI 2016 membuktikan bahwa kreativitas Pelajar Kota Yogyakarta begitu istimewa, menjadi sangat luar biasa jika dapat terkondisikan dengan semestinya. Dalam Penutupan FORTASI 2016 di Gedung DPD RI Yogyakarta, terlihat bahwa FORTASI yang kebanyakan digerakkan oleh pelajar bisa menjadi lebih baik dan penuh kegiatan-kegiatan kreatif, jauh dari unsur-unsur kekerasan. Jauh dari unsur-unsur negatif. Ditambah lagi dengan keberadaan Semarak FORTASI yang diinisiasi PD IPM Kota Yogyakarta yang memperebutkan 32 piala dari 5 lomba membuat kesan kreatif dan meriah semakin menguat.

Dari hasil pendampingan secara intensif oleh PD IPM Kota Yogyakarta di setiap ranting sekolah menengah Muhammadiyah di Kota Yogyakarta pun memunculkan kesimpulan bahwa pelajar memang memiliki kekuatan dan kreativitas yang lebih dari cukup untuk menjadi penggerak kehidupannya jika tersalurkan dengan baik. [ipmjogja.or.id]

Artikel keren lainnya:

Refleksi Milad ke-55 IPM Versi IPM Banten Disambut Antusias

ipm.or.id—Pimpinan Wilayah IPM Banten menggelar refleksi milad ke-55 tahun IPM di Wahana Bumi Kali Talang, Serang, pada Sabtu – Minggu (30-31/ 7). Acara ini diikuti oleh kader IPM Se-Banten dengan kegiatan antara lain diskusi, perumusan agenda non-formal bersama, dan lain-lain.

Aditya Edo Lazuardi selaku ketua pelaksana menyampaikan bahwa acara ini sesungguhnya adalah salah satu ajang mempererat tali silaturrahim yang dibalut dengan suasana santai dan penuh rasa kebersamaan, agar kader IPM se-Banten makin solid dan kompak.

Edo merasa puas acara tersebut berjalan dengan lancar dan disambut dengan antusias oleh kader-kader IPM se-Banten. Alvin, salah satu peserta acara ini yang juga merupakan Ketua Umum PD IPM Tangerang Selatan dengan semangat menyampaikan harapan agar IPM Banten ke depannya terus mengadakan kegiatan eksplorasi ke tempat-tempat menarik lainnya di Provinsi Banten agar kader-kader di setiap daerah tidak hanya bertemu di kegiatan ceremonial tetapi juga di kegiatan yang bersifat kekeluargaan seperti ini.
[Sonhu Sun]

Artikel keren lainnya:

Rangkaian Milad IPM ke-55 oleh PW IPM Kalimantan Selatan

ipm.or.id—Mempersiapkan kurang lebih satu bulan dengan panitia lokal Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Kota Banjarmasin membuat rangkaian milad Ikatan Pelajar Muhammadiyah ke 55 di Kalimantan Selatan berlangsung dengan sukses.

Pasalnya, persiapan yang dapat dikatakan singkat ini, dapat menyelenggarkan semua rangkaian kegiatannya yaitu lomba video Instagram ucapan milad IPM ke-55, Seminar Inspiratif, temu alumni dan jalan sehat pelajar Muhammadiyah tanpa narkoba.

Seluruh rangkaian diselenggarakan dalam kurun waktu kurang lebih 2 minggu. Yaitu minggu pertama sabtu, 23 Juli 2016 setelah acara pembukaan yang dibuka oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalimantan Selatan Ayahanda Adriani Yulizar, MA. Setelah itu dilanjutkan dengan seminar Inspiratif “Mewujudkan Akhlak Generasi yang Berkemajuan” yang mana narasumbernya adalah rektor Universitas Muhammadiyah Banjarmasin Prof. Dr. H. Ahmad Khairuddin, M.Ag.

Pada hari minggunya di tempat yang sama dengan pembukaan dan seminar inspiratif yaitu auditorium Universitas Muhammadiyah Banjarmasin diadakan temu alumni Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) dan Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) Kalimantan Selatan. Dihadiri oleh alumni IRM dari tahun 1993 sampai alumni IPM tahun 2012.

Dan di hari Minggu tanggal 31 Juli 2016 berhasil digelar rangkaian acara terbesar dalam rangkaian milad IPM ke-55 yaitu Jalan Sehat Pelajar Muhammadiyah tanpa Narkoba yang diikuti kurang lebih 750 peserta berasal dari siswa dan siswi sekolah Muhammadiyah se kota Banjarmasin, pengajar, dan alumni Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan Ikatan remaja Muhammadiyah Kalimantan Selatan.

Suksesnya rangkaian acara milad IPM ke 55 di Kalimantan Selatan dari Pembukaan sampai penutupan ini tentunya tidak luput dari peran dan dukungan dari semua pihak. Yaitu dari Universitas Muhammadiyah Banjarmasin, rumah Sakit Islam Banjarmasin, Pemerintah Kota Banjarmasin, BNNP Kalimantan Selatan, Korps alumni IPM dan IRM, donator dan yang tak kalah lebih penting yaitu seluruh panitia dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah kota Banjarmasin sebagai tuan rumah rangkaian ceremonial Milad IPM ke 55 di Kalimantan Selatan.
[IPM Kalsel]

Artikel keren lainnya: