BERANDA · MENU · ARTIKEL · KAJIAN IPTEK

1000 Fasilitator Dibangkitkan Kembali Oleh IPM Lampung



Perkaderan, adalah komponen penting dalam sebuah organisasi kader. Organisasi yang saat ini masih konsen dalam meregenerasi kader adalah Ikatan Pelajar Muhammadiyah.

Di waktu ramadhan inilah IPM Lampung menggelorakan semangat perkaderan. Melalui gerakan 1000 fasilitator yang menjadi ruh dalam pelatihan empat hari kedepan. 27-30 Juni 2016

Pelatihan Fasilitator dan Pendamping, dengan antusias diikuti beberapa daerah di Lampung. Hal ini tergambar dari jauhnya jarak yang ditempuh untuk mengikuti pelatihan, yang dipusatkan di Gedung Dakwah Muhammadiyah Lampung Tengah, dan ini tidak menyurutkan semangat kader IPM Lampung.

Dalam situasi ini, Teo Rendra menjelaskan pula bahwa kader di Lampung ini harus memiliki integritas yang tinggi dalam hal perkaderan. Dan ketua IPM Lampung bersama Erfan ketua perkaderan menyuarakan kalimat yang sama “Kader itu harus mampu menjadi fasilitas di lintas perkaderan”.

Bersamaan dengan ini, M Sodikin PP IPM sangat mengapresiasi IPM Lampung yang masih bernalar kader. Karena kader yang baik adalah kader yang mampu menjadi penggerak perkaderan lewat ilmu fasilitator . Melalui komitmen M Sodikin yang akan mendampingi pelatihan sampai selesai.(rns/gal)


Artikel keren lainnya:

Hingga Ujung Waktu; Catatan TMU 1999



Oleh: Facruddin Achmad

September 1999. Saya bersama 10 orang kawan se-organisasi pelajar menuju Bandung, mewakili kontingen Sulawesi Selatan mengikuti pelatihan tingkat nasional. Level tertinggi dalam strata jenjang pelatihan, kecakapan mengolah, kemahiran menganalisis, hingga kemampuan mengonsep pergerakan organisasi yang berstruktur dari tingkat pusat (nasional), wilayah (propinsi), daerah (kota/kabupaten), cabang (kecamatan), hingga ranting (sekolah). Kami 11 orang, belum satupun pernah berlabuh ke Tanah Jawa!

Sejak dinihari pkl 02.00, setelah melewati pemeriksaan tiket dan barang, kami turut memenuhi ruang tunggu Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar bersama ribuan calon penumpang dan pengantarnya (seharusnya tak boleh, namun cukup banyak yang berhasil lolos). Kapal Motor Tidar berkapasitas 1.974 penumpang yang akan kami tumpangi telah merapat sejak semalam, namun hingga pkl 06.00 belum juga membolehkan penumpangnya naik karena gangguan teknis menurut pengumuman resmi PT. Pelni. Beberapa penumpang cukup santai, tak sedikit pula gusar hingga memaki.

Tepat pkl. 08.00 penumpang dipersilahkan. Awalnya antrian tenang perlahan berubah jubel dan dorong mendorong di pintu keluar ruangan yang tak cukup lebar. Teriakan kesakitan beberapa kali terdengar, khususnya perempuan dan anak-anak. Di tengah suasana itu, ada juga yang memanfaatkannya. Satu kawan saya jadi korban! Dompet kecil di sisi kiri tasnya dicopet. Perempuan berkacamata minus itu menangis tak kuasa. Jelang di tangga kapal ia mengurungkan diri ikut. Tak punya dana lagi ucapnya. Kami semua bingung, harus bagaimana. Satu per satu penumpang mulai menjejal naik, kami masih cari jalan ke luar. Ketua rombongan mencoba menelfon dengan hp (di tahun itu belum cukup banyak yang punya untuk ukuran mahasiswa). Menghubungi keluarganya, tapi kesulitan tembus. Ke beberapa kawan lainnya, taka ada yang punya dana cukup untuk dibawa ke pelabuhan. Giliran ada yang punya, sedang berada di luar kota. Kontak ke sekretariat organisasi pun terhubung; kami tetap diminta berangkat dengan utuh, masalah dana ditanggung bersama, akan ditransferkan saat tiba di lokasi. Raut kawan saya berubah cerah. Mengangguk tanda setuju menjadi aba-aba kami mulai menginjak anak tangga kapal.

Ranjang-ranjang, lorong-lorong dek, hingga pelataran ruang nahkoda, nyaris sesak terisi. Masalah tadi cukup melambatkan kami menemukan posisi bagus untuk istirahat. Dek paling luar pilihan terakhir, meski beresiko sepanjang perjalanan diterpa angin laut dan gesekan kaki penumpang lalu-lalang akan akrab menemani. Besi raksasa buatan Jerman tahun 1987 itu bergerak perlahan. Lambaian tangan pengantar penumpang di tepi pelabuhan meramaikan suasan “khidmat” pelepasan perahu seberat 3.200 DWT atau setara 13.861 gross ton. Teriakan dan senyum-senyuman mereka tampak makin kecil, hingga beberapa jam berikut semua yang terlihat hanya air biru.

Jelang shubuh, suasana tenang sekitar kami berubah riuh. Seorang ibu teriak-teriak kehilangan tasnya. Histeris dan menangis. Lelaki paruh di sampingnya berdiri dan teriak pula memaki siapapun pencurinya. Menatap ke seantero lorong dek, termasuk ke kami yang tak cukup jauh darinya. Lelaki itu mendekat, meminta kami menunjukkan tas-tas dekat kami. Satu kawan saya berperawakan besar tinggi cukup marah dicurigai. Beberapa kawan lain terpancing. Ketua rombongan menenangkan dan mempersilhakan tas-tas kami diihat. Usai semuanya “diperiksa”, lelaki itu meminta maaf. Ketua rombongan berucap: “Perjalanan ini sekaligus ujian jiwa muda kita. Ini latihan menuju dewasa. Yuk, siap-siap shalat.”

Setelah 24 jam lebih 20 menit, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya pun kami jejak. Dan lagi-lagi, budaya antri Indonesia belum menunjukkan lebih baik, dorong mendorong di pintu ke luar harusnya tak perlu terjadi. Belum lagi para kuli yang “memaksa” masuk menawarkan jasa angkat barang. Tak kalah parahnya, penumpang berikut yang akan berlabuh menuju Jakarta juga mulai masuk, melanggar karena belum waktunya.

Dengan taksi jenis L-300, kami menuju Terminal Bus Bungurasih. Setelah memilih jadwal berangkat, pkl 15.00 kami pun duduk nyaman dalam Bus full AC menuju Kota Kembang, Bandung. Sepanjang jalan kami mulai banyak membaca buku dan artikel persiapan mengikuti pelatihan. Beberapa kali bus berheti di terminal kabupaten yang dilewati ataupun berhenti mengambil penumpang di tepi jalan. Tiap berhenti selalu akan ada dua hingga lima orang pedagang menawarkan jualan. Dari makanan macam gorengan, krupuk, buah, atau minuman aneka rasa, maupun buku, sticker, hingga pisau dapur, potong kuku, dan lainnya. Entah karena dua kejadian sebelumnya, saya begitu saja selalu merasa mawas diri dan mengingatkan kawan-kawan agar memperhatikan barang bawaan, dan minta agar tidak terlalu lelap saat tidur. Sekitar pkl 03.00, bus berhenti di Tasikmalaya. Lelaki yang duduk di belakang saya turun. Bus berjalan lagi. Ingin ganti buku bacaan, saya meraih rangsel yang ada di bawah kursi. Saat menariknya, kantong rangsel bagian luarnya telah teriris semacam silet. Kamera kodak pinjaman tante saya pun raib. Sesak nafas itu terasa sekali. Teringat lelaki yang turun tadi, pernah mendekat bertanya; “Jam berapa dek?”. Ah, beginikah nasib kalau merantau? Tatapan kawan-kawan jelas iba, dan mungkin bunyinya: “Kok bisa, kamu yang selalu ingatkan kami jaga barang, malah kecurian.” Dan saya pun hanya tertawa pias.

Pagi hari jelang jam 10 kami tiba di Terminal Cicaheum Bandung. Selanjutnya dengan angkot kami menuju lokasi panitia penerima peserta pelatihan di Jalan Sancan. Bersua dengan para peserta se-Indonesia. Esoknya setelah sarapan, 60 orang peserta bersama panitia lokal bertolak menuju Wisma Koperasi di Lembang Bandung.

Keindahan lokasi yang tepat di lembah Gunung Tangkuban Perahu, plus udara segar hingga ke bilik jantung, membuat suasana hati lebih tenang. Sesi pembukaan acara pelatihan oleh tokoh nasional sekelas Amien Rais amatlah luar biasa. Proklamator reformasi depan kami memberi sambutan pembukaan. Dua jam berikut tak kalah menggetarkan, Yusril Ihsa Mahendra menjadi pemateri. Professor muda ahli tata negara itu menyulap pikiran kami dalam memandang bangsa dan peran sertanya dalam kancah dunia. Tiga kejadian tak menyenangkan serasa terobati impas. Beginikah nikmatnya hingga 11 hari ke depan?

Malam di hari pertama, pasca dinner ternyata kami ujian IQ dan Psikotes. Gagap dan kelabakan tampak di beberapa peserta. Mungkin karena yang tercantum di jadwal tertulis: Pre Test dan Kontak Belajar. Nggak ada kedua kata itu. Esoknya hasil diumumkan, dipajang di mading Instruktur: 60 peserta, saya ranking 30, pas tengah. Tawa lepas dan kecut menyatu. Kekurangan saya apa ya?

Hari kedua materi kian “berat”. Membedah kekerasan sosial yang sedang melanda Indonesia. Fokus pada masalah Poso dan Maluku yang menelan korban ribuan orang. Banyak istilah yang muncul, analisis yang ditengahkan, hingga rentetan referensi yang dipaparkan, serasa menciutkan nyali belajar. Tanya jawab dan tanggapan dominan dari kawan-kawan yang mengenyam kuliah di Jawa. Satu dua dari Sumatera, dan hanya satu dari Kawasan Indonesia Timur, jelasnya bukan saya.

Sore hari, materi dieksplorasi dalam bentuk diskusi kelompok, didampingi satu orang instruktur. Meski suasana diskusi berlangsung di bawah pohon rindang nan sejuk bersuhu 170C, emosi positif untuk lebih terlibat belum menyentuh ego saya. Terlalu kagum dengan kemampuan kawan dari propinsi lain. Anehnya ternyata, juga dialami nyaris oleh 10 kawan kontingen saya. Sesi presentasi kelompok, bagian sayahanya menyiapkan dan mengendalikan penggunaan OHP (over high proyektor) beserta plastik slidenya. Esoknya di majalah dinding; saya ranking 26. Lumayan kan, naik 4.

Sesudah shalat berjamaah shubuh, peserta dibagi lagi dalam beberapa kelompok. Tiap kelompok diisi dari propinsi yang berbeda. Kajian ayat yang disebut Kultur Tafsir (menjawab tantangan dan persoalan bangsa kekinian dengan perpektif ayat-ayat Al Qur’an) berlangsung 20 menit. Setelahnya, saya ditodong kawan se-kelompok menjadi moderator. Aktifitas ini sesungguhnya biasa saya bawakan, tapi di momen ini rasa minder yang menguasai cukup menjeblok rasa percaya diri. Suasana dan memilih tidak malu dan tidak bikin malu juga yang akhirnya menang, saya “terpaksa” mengiyakan.

Keringat tak bisa saya sembunyikan di ruangan dingin segar yang dihembus angin pinus. Kerap terbata dan kehilangan kata cukup menunjukkan saya lagi demam panggung. Meski usai juga, rasa tak puas dan kurang yakin “bertahan” di pelatihan higgap juga di pikiran. Di rapat kontingen siang hari setelah menikmati Lalapan Sunda, ketua rombongan mengumpulkan kami. Kawan se-kampus saya itu mengevaluasi satu per satu keaktifan dan respon kami dalam pelatihan. Kesimpulan: kami harus naik 10 kali lipat jika ingin pulang dengan rasa bangga yang tak terbatas! Caranya? Mengubah cara pandang: dari berpartisipasi sebagai peserta pelatihan menjadi seperti sedang bertanding!

Babak perubahan itu coba kami praktikkan. Dalam diskusi kelompok sore hari lebih banyak terlibat. Ingatan pada bacaan apapun yang terlintas saya kolaborasikan menjadi satu dua bahan pikiran dan pernyataan. Silih berganti berbicara dan menyampaikan pendapat bukanlah hal yang harus dihindari. Ternyata mengasyikkan. Mungkin ini yang dimaksud: jika anda terlibat untuk nyaman dalam belajar, maka belajar itu akan menyenangkan.

Malam harinya, saya beranikan diri turut menanggapi hasil presentasi beberapa kelompok lain di forum diskusi yang diikuti semua peserta. Meski mendebarkan, terasa lebih mengasyikkan lagi. Mungkin ini yang dimaksud: jika kerikil tajam berani diinjak, anda takkan takut melihat batu besar. Esoknya, saya di ranking 12. Wah, loncatan yang lumayan.

Waktu terus memproses kami di berbagai suasana pelatihan yang didesain tim instruktur. Baikindoor maupun outdoor selalu menyimpan kesan. Manusia itu sungguh menarik. Seorang peserta dari Aceh sangat pandai bercerita lucu. Stoknya nggak pernah habis. Cerita selalu baru, belum pernah didengar sebelumnya. Peserta dari Padang dan Lampung punya segudang pantun. Tiap berkomentar atau presentasi di forum, mengawal dan menutup dengan sastra tua tersebut. Seorang kawan dari Samarinda lihai berpantomin. Dari Papua jago bersuara aneh dan meniru suara aneka hewan. Paling banyak unjuk kebolehan berpuisi. Dan saya masuk dalam banyak itu. Di hari ke delapan, pematerinya seorang penulis dan tokoh salah satu penerbit nasional. Ucapannya cukup memukul emosi positif saya untuk segera terbang: “Jangan pernah menjadi orang kebanyakan, jika anda ingin sangat sukses, kecuali ingin sukses saja.” Kalimat yang aneh. Lebih aneh lagi saat ia berkata: “Apa boleh buat jika anda hanya orang kebanyakan. Tapi cobalah jadi orang kebanyakan yang berbeda.” Orang itu adalah Pak Hernowo.

Kalimat itu menabrak alam imajinasi saya untuk membuat puisi yang tidak biasa. Setidaknya tidak biasa buat saya, dan sepaksa-paksanya; tidak biasa buat orang lain. Hari kesembilan malam, saya membaca puisi dalam acara yang dilabel Talk Show Talk Now. Puisi yang 48 jam baru selesai.


aku marah // pada telinga yang tuli // bibir bisu // dan mata buta

kau pikir patut dikasihani? // tidak!

miskin adalah penyakit // kau harus dihilangkan

undang-undang harus melenyapmu // negara bukan untuk kau

tanah ini untuk orang sempurna // sehat wal afiat dan kaya raya // agar mudah tak ke surga


Selepas sarapan pagi menuju ruang sidang pelatihan, sempat melirik ke mading instruktur. Buk! Sebuah tepukan keras di pundakku dari kawan asal Kendari seiring sudut mataku membaca di angka 8. Pengaruh puisi?

“Bagus. Kamu di sepuluh besar. Tapi kan ini hanya instrumen. Memudahkan evaluasi peserta. Tak adil bila manusia dinilai dengan angka-angka.” Dug! Hatiku mengiyakan. Lalu, yang disebut prestasi dan apresiasi di mana posisinya? Hatiku yang lain bertanya dengan menggerutu. Pikiran ke mana-mana. Bahkan membedah ulang: apakah suasana bahagia belajar optimal di pelatihan bukan hadiah dari Tuhan setelah musibah kecurian dompet, dituduh mencuri di kapal, dan kecurian kamera di bus? Apa salahnya angka jika upaya berpartispasi aktif berhadiah ranking?

Hari itu saya mencoba fokus memperhatikan tiap kawan di ruang pelatihan. Baik yang presentasi, yang bertanya, yang menangapi, yang hanya mengangguk, yang hanya mencatat, bahkan yang hanya banyak melihat ke pembicara, benar adanya: semuanya unik. Punya kemampuan khas. Pertama, secara kualitatif mereka yang terbaik di propinsinya, karena mewakili wilayah. Kedua, semua mahasiswa di perguruan tinggi yang bukan kacangan. Negeri atau swasta punya nama terbaik di tempat masing-masing. Ketiga, di setiap sesi pelatihan mereka tetap aktif dengan caranya masing-masing, terlebih karena saya tak melihat mereka sepanjang hari secara bersaman, tentu ada kejadian “luar biasa” di saat bersamaan saya mengalaminya. Mungkin ini yang dimaksud: “Jangan mengukur kedalaman air dari permukaannya.”

Diskusi pleno malam hari bernilai beda di mataku. Kalimat-kalimat kawanku se-antero nusantara seperti lampu pijar warna-warni yang berganti menyala. Sesekali bersamaan menyala, suasana jadi seperti pesta ulang tahun. Meriah. Saya? Lebih semangat 10 kali lipat. Bukan untuk lomba, sesuatu yang berbeda. Lebih hidup. Mungkin ini yang disebut: “Fastabiqul Khairat, Belomba-Lomba dalam Kebaikan.”

Sehari sebelum penutupan. Panitia mengadakan rekreasi buat peserta ke Tangkuban Perahu. Tak hanya melihatnya lagi dari jendela wisma pelatihan. Kami berada di puncak 2.084 m. Sambil menikmati strawberry jualan di sekitar gunung, merenungi kuasa Ilahi; tampakan kawah berwarna hijau. Memungut kerikil berbahan kapur yang mengadung sulvur belerang, melemparnya jauh berharap tiba ke dalam kawah. Indah sekali, sejauh memandang bebatuan, pinus, montane, ericaceous, yang terhampar di propinsi berpenduduk terpadat, Jawa Barat. Dan teringat firman Rabb yang menggema 31 kali di kitab-Nya: “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”

Hari ke 12. Penutupan mengisahkan cerita takkan berujung. Selain tangis haru dan rasa rindu, juga gelora optimisme melihat bangsa di tangan pelajar-pelajar terbaik masa depan.

17 tahun lalu, berbuah sangat manis kini. Kawan-kawan se-Indonesia itu menjadi jaringan terbesar meluaskan harapan saya menjadi trainer. Alhamdulillah, hampir semua propinsi telah saya kunjungi memberi berbagai pelatihan, khususnya: Super Teacher. Di rumah kawan itulah saya lebih banyak memilih nginap. Merajut silaturrahim, membagi cinta. Mungkin ini yang dimaksud beberapa penggal ungkapan ini:

“Anda takkan pernah miskin jika punya banyak teman.”

“Seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak.”

“Silaturrahim itu memperpanjang umur memberi berkah.”


Sahabat, kekayaan tak terhingga.

Seperti kata So7: Hingga Ujung Waktu. Selamanya.

Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya.


Maros-Sulsel, 11 April 2016



Penulis adalah:

* CEO Super Trainer Indonesia

* Aktif di Forum Lingkar Pena, Pemuda Muhammadiyah, dan Darul Istiqamah

* CP:

hp : 081342501014

email : daengsilele@gmail.com

web : www.supertrainerindonesia.com

fp : super trainer

fb, line, instg : fahruddin achmad

twt : dg_silele

sumber:
http://www.supertrainerindonesia.com/2016/06/hingga-ujung-waktu-fahruddin-achmad.html?m=1Hingga Ujung Waktu; Catatan TMU 1999

Artikel keren lainnya:

Buka Puasa dan Sharing bersama Alumni dan Pimpinan IPM se- Bali



DENPASAR-  PImpinan Wilayah IPM Bali telah sukses mengadakan Buka Puasa Bersama Alumni dan Pimpinan IPM Se-Bali. Acara ini berlangsung di Gedung Dakwah Muhammadiyah Bali, Ahad (26/06).
“Tujuan dari acara ini sebenarnya untuk meningkatkan ukhuwah silaturahmi antar alumni dan pimpinan sekarang,” ujar ketua panitia, Novi Tri Utami.
Bukan hanya buka puasa saja, namun terdapat agenda saling berbagi cerita dari alumni ke pimpinan yang sekarang dan begitu pula sebaliknya. “Semoga acara ini bukan hanya diadakan di bulan Ramadhan saja, namun di bulan- bulan lainnya juga harus ada acara seperti ini.” kata Natalia Muzakkar, salah satu alumni di sela- sela pembicaraanya.
Alhamdulillah Pimpinan Daerah dan Ranting sangat mengapresiasikan acara ini yang dibuktikan dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang ditujukan kepada alumni untuk meminta jalan keluar dari permasalahan yang sedang mereka hadapi di pimpinannya masing- masing.
“Semoga nasehat- nasehat yang disampaikan oleh para alumni tadi bisa menambah semangat ber-IPM bagi mereka di pimpinannya masing- masing,” ujar Ketua Umum PW IPM Bali, Firda Amelia.

Artikel keren lainnya:

Muhammadiyah Merangin Menyelenggarakan Pelatihan Kader Dasar Taruna Melati 1 (PKDTM 1) Untuk Membangun Pelajar Merangin Berkemajuan


Pada tanggal 24-26 Juni 2016 Pimpinan Daerah Muhammadiyah kabupaten Merangin dan Senior IPM menyelenggarakan TM 1 (Taruna Melati) sebagai dakwah ditingkat pelajar yang bertempat di Panti Asuhan Muhammadiyah - Aisyiyah Kota Bangko. Pada pembukaan dihadiri PD Muhammadiyah Kabupaten Merangin, PW Ikatan Pelajar Muhammadiyah Provinsi Jambi, PD Aisyiyah, dan Organisasi Otonom tingkat Daerah Kabupaten Merangin, dalam sambutannya Bapak Napis Ismail S.H Menyampaikan bahwa ini menjadi momen yang penting untuk kita bersama untuk bersungguh-sungguh melakukan dakwah Amar Makruf Nahi Mungkar di tingkat pelajar khususnya dan umum tentunya di Kab. Merangin.
Ipmawan M. Futaki Izhar selaku penyelenggara kegiatan TM 1 mengatakan “bahwa kehadiran IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah) disini untuk mewadahi adik-adik pelajar yang banyak belum terfasilitasi untuk kegiatan organisasi dan pelatihan keterampilan, upaya bersama untuk menggerakan agar pelajar ini menjadi pelajar yang memiliki semangat islam, cinta akan ilmu pengetahuan dan kemandirian sesuai tema : Gerakan Pencerahan Menuju Pelajar Merangin Berkemajuan”
Sedangkan Feri Irawan selaku Master of Training pada Pelatihan ini mengatakan “bahwa diadakan TM 1 ini diharapkan mampu melahirkan kader yang militan, yang akan berdakwah untuk kemajuan masyarakat khususnya pelajar disini” , pada pelaksanaan TM 1 yang pertama kali ini di Merangin peserta yang mengikuti berjumlah 30 orang berasal dari sekolah negeri maupun swasta.
Adapun rangkaian acara pada Pelatihan Kader Dasar (PKD) TM 1 ini sekaligus membentuk kepengurusan baru pada Musyawarah Daerah (Musyda) I Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kabupaten Merangin yang akan menjadi Rumah Inspiratif bagi Pelajar se Kabupaten Merangin. Musyawarah berlangsung secara khidmat dan akalamasi terpilihnya IPMawan Dimas Prasetyo selaku Ketua Umum terpilih dan IPMawati Ummu Khusnul Khuluq sebagai Sekretaris Umum yang akan menahkodai PD Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kab.Merangin 2 tahun kedepan. “kehadiran IPM di Kabupaten Merangin diharapkan mampu untuk meretas konflik dan permasalahan Pelajar di Kabupaten Merangin seperti masalah tawuran, kekerasan seksual, NARKOBA, dan permasalahan sosial lainnya di kalangan pelajar”, ucap “Adyan Coga Guci (Ketua Umum PW IPM Provinsi Jambi).
“Pelajar merupakan aset berharga yang dimiliki oleh Bangsa dan Agama, kualitas suatu bangsa dan agama kedepannya sangat dipengaruhi oleh kualitas Kaum Pelajar yang merupakan kaum terpelajar, cikal bakal kaum intelektual dan cendekia bagi Peradaban suatu Bangsa dan Agama, oleh sebab itu sudah WAJIB hukumnya Pemerintah memperhatikan nasib kaum Pelajar yang selama ini termarginalkan alias terpinggirkan”ungkapnya.
“IPM Kabupaten Merangin akan dan harus peka menghadapi permasalahan pelajar yang semakin kompleks ini, semoga kedepan IPM menjadi Rumah Inspiratif, Inovatif, Advokatif, dan Edukatif sekaligus perpanjangan Dakwah Muhammadiyah yaitu dakwah amar ma’ruf nahi munkar bagi Pelajar Merangin dalam menyongsong Indonesia Berkemajuan”,  ungkap Drs. H. Sis Sumanto (Ketua PD Muhammadiyah Kab. Merangin).

Artikel keren lainnya:

Raih berkah ramadhan PD IPM Kabupaten Nganjuk adakan Kurma (Kajian Unggul Ramdahan).


Pada momen bulan ramadahan ini PD IPM Kabupaten Nganjuk mengadakan Kajian Ungul Ramadhan atau biasa disingkat KURMA untuk meraih keberkahan bulan yang penuh barokah ini. “Isi kegiatannya adalah kajian dan praktek mengenai amalan-amalan yang hendaknya dilaksanakan ketika bulan ramadhan guna meraih berkah ramadahan ini, seperti memperbanyak membaca Al-Quran, memperbanyak sedekah, memperbanyak mentadabburi (memahami) ayat-ayat Allah,” kata Bagas Eko Laksono selaku Ketua Umum PD IPM Kabupaten Nganjuk itu. Selain itu, kegiatan ini rutin dilaksanakan setiap sabtu malam ahad selama bulan ramadhan yang didalamnya juga diagendakan buka bersama serta sahur bersama. “kegiatan ini dimulai sekitar pukul 16.00 setiap minggunya. Didahului dengan Kalam Hikmah yang di isi oleh pemateri dari Bapak-bapak Muhammadiyah dan Ibu-Ibu Aisiyiyah, kemudian dilanjutkan dengan buka bersama, kemudian tarawih bersama dan selanjutnya ada materi mengenai semangat berorganisasi yang di isi oleh kakak-kakak alumni PD IPM Kabupaten Nganjuk,” Ujar Novita Kartika selaku ketua pelaksana sekaligus Ketua Bidang KDI PD IPM Nganjuk itu. Salah satu Alumni PD IPM Nganjuk yang juga Alumni PW IRM Jawa Timur, Bapak Imam Fanani sebagai pemateri yang mengisi Kurma pada minggu kemarin menjelaskan bahwa Pimpinan Pelajar Muhammadiyah harus bisa menemukan metode perkaderanya sendiri, karena dinamika setiap masa atau setiap daerah pasti berbeda. Nganjuk dengan dinamika kondisi pelajarnya memang sangat pas jika kegiatan semacam Kurma ini dilaksanakan dan dilestarikan. Dalam kesempatan itu, Bagas juga menjelaskan kegiatan ini dilaksanakan di Gedung Dakwah Muhammadiyah Nganjuk jalan Ahmad Yani No.147 Nganjuk dan dihadiri rata-rata kurang lebih sekitar 25 sampai 50 peserta perwakilan cabang dan ranting se-kabupaten Nganjuk setiap minggunya. Selain itu isi kajian dan materi pada Kurma ini direkam dan disiarkan secara off air oleh RDM Nganjuk 107.8 FM (Radio Dakwah Muhammadiyah Nganjuk) sebagai salah satu langkah dakwah on media PD IPM Nganjuk bekerjasama dengan PDM Kabupaten Nganjuk. (bel)

Artikel keren lainnya:

Pedoman Penyelenggaraan FORTASI 2016

ipm.or.id—Menyambut tahun ajaran baru 2016/2017, Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah menerbitkan Surat Edaran tentang Pelaksanaan Forum Ta'aruf dan Orientasi Siswa (FORTASI) Muhammadiyah. Semoga dapat dijadikan pedoman bagi sekolah/madrasah Muhammadiyah, juga Pimpinan Ikatan Pelajar Muhammadiyah seluruh level seluruh Indonesia.

1-Surat Edaran FORTASI 2016
2-Ketentuan FORTASI
3-Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah Bagi Siswa Baru

Nuun Walqalami Wamaa Yasthuruun

Artikel keren lainnya:

Buka Bersama PW IPM Kaltim


Dalam menyambut sore di Bulan Ramadhan, PW IPM Kaltim guna menyambung silahturahmi mengadakan acara buka bersama pada tanggal 19 Juni 2016 dengan tema "Tingkatkan Rasa Persaudaraan dengan Sesama untuk Raih Keberkahan di Bulan Ramadhan" kegiatan ini dilaksanakan di tepian sungai Mahakam, Kota Samarinda

Menggambarkan suasana saat itu Ketua PW IPM Kaltim Bidang Kajian Dakwah Islam, Ipmawati Istiqomah mengatakan, "agenda buka bersama warga IPM ini pada awalnya hanya ditujukan untuk anak jalanan dan pedagang kaki lima, akan tetapi pada saat itu kegiatan ini tidak hanya dihadiri oleh anak jalanan dan pedagang kaki lima saja tetapi juga dihadiri oleh salah satu komunitas di Samarinda yang bersedia untuk bergabung bersama kami.



Sambil menunggu waktu berbuka kami duduk santai di tepian Mahakam dengan diskusi ringan antara kader IPM kaltim dengan masyarakat yang  menumbuhkan rasa persaudaraan kami. senyum, dan tawa mereka meningkatkan ghiroh kader IPM kaltim untuk selalu bergerak mambangun perubahan, dan semoga kedepannya IPM Kaltim bisa terus berjuang membangun pelajar bangsa yang berkemajuan", demikian ungkapnya. Acara tersebut diakhiri dengan berfoto bersama setelah selesai menyantap takjil dan makanan yang telah disediakan, hal itu memberikan kesan yang begitu baik bagi segenap peserta buka bersama.

Artikel keren lainnya: